Jejak Pembengkakan Biaya Kereta Cepat dari 2016-2021: Naik Rp 34 Triliun

Jejak Pembengkakan Biaya Kereta Cepat dari 2016-2021: Naik Rp 34 Triliun

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 14 Okt 2021 18:25 WIB
Tiang penyangga rel Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) di kawasan Ciwastra, Kota Bandung sudah berjajar rapi disepanjang Tol Padaleunyi. Sekedar informasi, progres pembangunan kereta cepat ini sudah mencapai 70 persen.
Foto: Wisma Putra
Jakarta -

Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung mengalami pembengkakan biaya pembangunan. Proyek yang dibesut dengan China sejak 2016 ini mengalami pembengkakan biaya tidak cuma sekali.

Saat ini biaya proyek sedang diperhitungkan kembali setelah ada kemungkinan pembengkakan kembali terjadi sejak akhir 2020. Namun perkiraannya, menurut perhitungan PT KAI, pembengkakan biaya proyek sudah mencapai US$ 1,9 miliar atau sekitar Rp 26,9 triliun (dalam kurs Rp 14.200).

Bila ditotal dengan biaya saat ini, proyek kerja sama Indonesia-China ini telah menembus US$ 7,9 miliar atau mencapai Rp 113 triliun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam catatan detikcom yang dihimpun Kamis (14/10/2021), awalnya pihak China menawarkan pinjaman US$ 5,5 miliar dengan jangka waktu 50 tahun dan tingkat bunga 2% per tahun.

Kemudian, ketika proyek dijalankan biayanya melonjak lagi menjadi US$ 5,9 miliar. Biaya proyek pun belum berhenti membengkak, terakhir kali biaya proyek meningkat menjadi US$ 6,07 miliar.

ADVERTISEMENT

Biaya proyek tersebut masih stagnan sampai akhir September 2020. Seiring pembangunan berjalan, pembengkakan terjadi ketika biaya proyek ditinjau ulang.

Kalau dihitung selisihnya, sejak awal pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung berbiaya US$ 5,5 miliar menjadi US$ 7,9 miliar, telah terjadi pembengkakan sebesar US$ 2,3 miliar atau setara Rp 34 triliun.

Perlu diketahui, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini digarap oleh konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC). Perusahaan ini merupakan gabungan dari perusahaan Indonesia dan China. Porsinya, 60% dari KCIC milik PSBI, sisanya adalah milik gabungan perusahaan China.

Di sisi China, ada perusahaan gabungan Beijing Yawan. Sedangkan di sisi Indonesia ada gabungan BUMN dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), isinya adalah PT KAI, PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, dan PTPN VIII.

Nah kesepakatannya, proyek ini dibiayai dari patungan modal semua perusahaan di KCIC dan pinjaman dari China Development Bank (CDB). Strukturnya, 75% pinjaman dan sisanya patungan modal KCIC. Di dalam KCIC, 60% patungan modal disetor oleh 4 BUMN yang berada di dalam PT PSBI.

Saksikan juga: Belajar dari Jouska: Hati-hati Godaan Investasi Uang Cepat

[Gambas:Video 20detik]



(hal/zlf)

Hide Ads