DKI Mau Bikin Jalan Berbayar? Siapkan Dulu Angkutan Umumnya

DKI Mau Bikin Jalan Berbayar? Siapkan Dulu Angkutan Umumnya

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 19 Jan 2023 11:19 WIB
Pemerintah berencana menerapkan electronic road pricing (ERP) pada tahun 2023. Rencananya, pengendara bermotor akan dikenakan tarif Rp 5.000 hingga Rp 19.000.
Foto: Almadinah Putri Brilian
Jakarta -

Wacana jalan berbayar alias electronic road pricing (ERP) kembali mengemuka. Pemprov DKI Jakarta pun mengakui sedang membahas regulasi teknis untuk pengendalian lalu lintas jalan berbayar ini. Bahkan, nantinya sepeda motor juga bakal dikenai tarif ERP saat melintas di sejumlah ruas jalan.

Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan Pemprov DKI Jakarta sebelum menerapkan ERP. Salah satunya adalah penyiapan layanan angkutan umum di sekitar kawasan atau koridor yang mengimplementasikan jalan berbayar. Hal ini diungkapkan oleh lembaga Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah DKI Jakarta.

Angkutan umum itu harus memenuhi kebutuhan kuantitas maupun kualitas masyarakat yang berada di kawasan yang jalannya diterapkan ERP. Dalam memilih koridor jalan berbayar, Pemprov DKI Jakarta juga diminta memilih kawasan yang angkutan umumnya sudah tertata dengan baik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MTI juga menilai ERP dinilai sebagai kebijakan yang tidak berdiri sendiri, di samping jalan berbayar harus ada pemberian layanan transportasi umum yang mumpuni.

"Implementasi ERP wajib diutamakan diimplementasikan pada kawasan atau koridor yang dilayani angkutan umum massal. Layanan angkutan umum pada kawasan yang terdampak ERP wajib mampu memenuhi kebutuhan baik secara kuantitas dan kualitas layanan sesuai dengan kebutuhan kawasan yang dilayani tersebut," tulis MTI dalam keterangannya, Kamis (19/1/2023).

ADVERTISEMENT

MTI menegaskan pemenuhan kebutuhan mobilitas masyarakat melalui angkutan umum sebagai opsi pengganti kendaraan pribadi di kawasan yang terdampak ERP secara tepat adalah hal yang wajib dilakukan. Apalagi, apabila penerapan ERP memang dilakukan untuk menekan kepadatan lalu lintas kendaraan pribadi di suatu kawasan.

Di sisi lain, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno menuturkan ERP adalah kebijakan yang sangat tidak populer. Dia menyatakan mungkin kebijakan ini hanya akan didukung oleh orang yang peduli transportasi dan lingkungan saja.

"Jadi mungkin hanya Gubernur yang tidak peduli pada popularitas saja yang berani melaksanakannya, atau kalau nanti ada undang-undang yang mewajibkan Gubernur untuk melaksanakan itu," ujar Djoko dalam catatannya.

Simak video 'Jakarta Akan Terapkan Jalan Berbayar, Angkutan Umumnya Sudah Siap?':

[Gambas:Video 20detik]



Bersambung ke halaman selanjutnya.

Djoko menjabarkan di negara-negara lain pun tidak banyak kota yang menerapkan ERP. Alasannya satu, sulitnya mendapatkan dukungan politisi dan masyarakat.

Dia mencontohkan di Stockholm, Swedia untuk menerapkan ERP, otoritas setempat sampai melakukan referendum untuk mendapatkan kata 'yes' dari masyarakat dalam melakukan ERP. Sementara itu, di Singapura sendiri kebijakan ERP bisa dilakukan karena pemerintahnya sangat kuat dan agak otoriter.

Namun menurutnya, masyarakat memang harus dipaksa keluar dari kenyamanan menggunakan angkutan pribadi dan mulai naik angkutan umum. Penolakan ERP yang dikaitkan dengan angkutan umum yang buruk akan selalu hadir.

Menurutnya, sebaik apapun angkutan umum di sebuah kota, tetap saja tidak akan bisa mengalahkan nyamannya menggunakan mobil. Karena menggunakan mobil ada fleksibilitas, privasi, gengsi, status sosial, prinsip door to door, lain sebagainya. Sementara dengan kebijakan jalan berbayar masyarakat dipaksa rasional dalam memilih moda angkutan umum.

Djoko menilai angkutan umum di Jakarta sudah cukup mumpuni, bahkan jauh lebih baik bila dibandingkan dengan angkutan umum di Singapura tahun 1975 yang saat itu mulai menerapkan kebijakan jalan berbayar. Artinya, Jakarta lebih siap sebetulnya melakukan kebijakan jalan berbayar.

"Angkutan umum di Jakarta sudah cukup baik. Pengguna kendaran pribadi harus dipaksa keluar dari mobil dan mau naik angkutan umum. Mr. G Menon, orang yang membidani kelahiran road pricing di Singapura, pada tahun 2010 pernah bilang bahwa kondisi angkutan umum di Jakarta yang waktu itu masih 8 koridor busway sudah jauh lebih baik dibandingkan Singapura ketika memulai menerapkan road pricing di tahun 1975," ungkap Djoko.


Hide Ads