Pelaksanaan uji coba sistem multilane free flow (MLFF) alias bayar tol tanpa setop mundur dari target sebelumnya di tanggal 1 Juni 2023 lantaran ada sejumlah masalah sehingga sistem belum dapat dinyatakan rampung. Di sisi lain, Indonesia malah ditagih uang kontraktor sistem senilai US$ 80 juta atau setara Rp 1,2 triliun (kurs Rp 15.000/US$).
Direktur Utama PT Roatex Indonesia Toll System (RITS) Musfihin Dahla mengatakan, uang besaran tersebut ialah biaya yang harus dibayarkan kepada kontraktor untuk membayar sistem. Dalam hal ini kontraktornya ialah Multi Contact Zrt yang dipilih langsung oleh induk usaha RITS yakni Roatex Zrt. Baik kontraktor maupun perusahaan induk berbasis di Hungaria.
"Roatex yang diatas sana sudah membayar kepada kontraktornya US$ 80 juta," ujarnya dalam bincang-bincang bersama awak media di Kantor Roatex, Jakarta Selatan, Selasa (30/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami RITS yang berkontrak dengan pemerintah dan kami tidak ingin ini di-deliver sistem yang belum sempurna, kita menolak. Walaupun kita diperintahkan untuk bayar (US$ 80 juta)," imbuhnya.
RITS sendiri merupakan badan usaha yang ditunjuk sebagai pelaksana MLFF ini. Hingga kini uang sejumlah tersebut pun belum dibayarkan Indonesia ke kontraktor lantaran dalam perjanjiannya, uang akan dibayarkan setelah sistem tersebut rampung.
Lebih lanjut Musfihin menjelaskan, diskusi antara pihaknya dengan kontraktor tersebut berjalan cukup alot sejak Agustus 2022. Dalam hal pengembangan sistem ini, diskusi telah berlangsung dalam 7 tahapan.
"Ada tahalan proses pembangunan sistem. Dan setiap tahap kita invoicing. Ini dudah samlpai tahap ke-7. Tahap ini sebetulnya sudah men-deliver final proses. Nah di sini kita melihat nggak ketemu nih barang nih. Tadinya ditahap 5, 6, masih bolong nih. Oh nanti diperbaiki di tahap berikutnya.bkita masih tolerir," kata Musfihin.
Namun jawaban serupa masih ia terima, hingga saat tiba tahapan ke-7, ia mengaku kaget lantaran kontraktor mengaku sistem sudah selesai, di dalam sistem masih ditemukan banyak 'bolong-bolong' tersebut. Selain itu, mereka juga tidak mau menyerahkan repositori serta softcode dari sistem ini.
"Dia bilang 'kalian kan beli barang, nanti kami serahkan kayak kalian beli mobil. Nanti ada manualnya, kalau rusak ya kalian panggil kami lagi'. Saya bilang, ini gila nih ngikat kita," ujarnya.
Dengan demikian, mereka tidak bersedia untuk transfer teknologi. Karena hal ini, akhirnya muncul keributan. Adapun kedua elemen tersebut sangat penting dalam pengecekan dan dalam memastikan sistem dapat berjalan.
"Kalau itu dipegang mereka kan seumur hidup kita bergantung mereka," imbuhnya.
Selain itu, ia menambahkan, Key Performance Indicator (KPI) yang telah disepakati bersama pemerintah pun tidak terpenuhi, yakni sistem ini menjamin pendapatan BUJT 100%. Sementara, hingga saat ini sistem tersebut hanya mampu menjamin sekitar 80%, sehingga ada potensi BUJT kehilangan penerimaannya hingga 20%.
Musfihin menjelaskan, KPI ini dipandang penting lantaran di Indonesia sendiri sebagian jalan tol dikelola oleh swasta. Berbeda dengan sistem di Hungaria dan sebagain negara-negara di Eropa, tempat sistem MLFF milik Hungaria ini diterapkan. Dengan demikian, menurutnya perlu ada penyesuaian sistem.
"Sementara di kita konsesioner swasta dan swasta memungut pengembalian modal dari pemungutan tarif tol yg mereka pungut. Jadi setiap rupiah yang mereka terima itu pengembalian modalnya. Jadi mereka sangat khawatir sistem baru ini membuat bobol (uang)," ujarnya.
Sayangnya, perbedaan pandangan pun terjadi hingga meninmbulkan 'bolong' yang ia maksud sebelumnya. Dalam hal ini pihak Indonesia ingin sistem ini diterapkan sesuai dengan kondisi di Indonesia, sementara Hungaria sendiri berkeinginan untuk menerapkan sistem yang telah diterapkan di negaranya dan negara-negara di Eropa di Indonesia tanpa penyesuaian.
"Mereka sudah proven sejak 2013 dan mereka mau memerapkan bulat-bulat di sini. Dan mereka mau peraturan segala macem diterapkan di sini. Ya nggak bisa. Antara Kementerian PU, kepolisian segala macem harus ikut aturan yang mereka buat, ya nggak mungkin," ungkapnya.
Atas alasan-alasan di ataslah, akhirnya Musfihin menyatakan pihaknya belum dapat melakukan uji coba di Tol Bali Mandara pada 1 Juni 2023 esok hari. Ia juga belum dapat dipastikan sampai kapan penerapan MLFF ini akan mundur dan apakah kerja sama dengan kontraktor ini akan tetap terjalin. Kini semua bergantung pada sikap yang akan diambil pemerintah dalam menyelesaikan proyek strategis nasional (PSN) ini.
Lihat juga Video: Ini Jalan Tol yang Bakal Pakai Sistem Bayar Pakai HP