Pemerintah tengah menyusun aturan menyangkut batasan harga rumah susun subsidi. Langkah ini menyusul kenaikan harga rumah tapak subsidi yang telah diterapkan pada awal bulan Juli 2023 ini lewat penerbitan Keputusan Menteri (Kepmen) PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna mengatakan, saat ini aturan baru menyangkut harga rumah vertikal alias rumah susun subsidi ini tengah dibahas bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Kalo sebelumnya mencampur rumah tapak dan susun (harga). Ini baru yang rumah tapak. Jadi jangan 'kok rumah susun nggak?' Itu masih dalam proses. Jadi masih ada yang kita tunggu," ujarnya, dalam acara Ngobrol Santai Bareng Ditjen Pembiayaan Infrastruktur (DJPI), di Kantor DJPI, Jakarya Selatan, Jumat (21/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sama seperti aturan rumah tapak subsidi, lewat aturan barunya nanti, akan ada perubahan untuk batas harga penjualan rumah susun subsidi. Besarannya akan disesuaikan berdasarkan atas pembagian wilayahnya.
"Masih dalam pembahasan dengan Kementerian Keuangan. Semoga nanti bisa segera terbit sehingga bisa kita dorong. Selain rumah landed, tetapi juga rumah vertikal di perkotaan," ujarnya.
Herry mengatakan, saat ini sektor perumahan vertikal tengah mengalami tantangan besar, khususnya untuk yang subsidi. Permintaannya menurun lantaran harganya pun dua kali lipat dibandingkan dengan harga rumah tapak subsidi.
"Kenapa kok jumlahnya kecil? Karena tadi kemampuan mencicilnya di perkotaan yang tadinya bisa mencicil di landed, ketika rumahnya vertikal, nggak bisa milih dia karena harganya dua kali lipat (dari rumah tapak subsidi)," kata Herry.
Oleh karena itulah, demi mendorong minat beli maka muncul skema Staircasing Shared Ownership (SSO). Dengan skema ini, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) bisa memiliki hunian dengan biaya awal yang terjangkau. Selain itu bisa bertahap karena menyesuaikan dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
Skema kepemilikan rumah bertahap ini menggunakan konsep share to equity. Konsep ini berarti, kepemilikan rumah dibagi dua antara konsumen dengan penjual rumah selama masa cicilan berlangsung.
"Untuk bisa diterapkan staircasing itu satu butuh rumahnya kedua butuh aturan bebas pajaknya yang tadi lagi dibuat. Karena hari ini harga rumah vertikal di atas Rp 250 juta. Sementara di aturan yang lama cuma Rp 150 jutaan jadi makin lama makin nambah lagi nanti," ujarnya.
Herry mengatakan, aturan baru penyesuaian harga rumah susun subsidi ini pun perlu dibuat lantaran menurutnya harganya sudah tidak relevan dengan saat ini. Hal ini pun penting dalam realisasi program SSO. Selain skema pembayaran, masyarakat juga memerlukan dukungan sumber pembiayaan.
"Ketika dihitung dia tidak mampu (masyarakat), ya harus dicari cara bagaimana menjadi mampu. Salah satu cara tadi staircasing. Kalau sewa beli itu bukan mampu, tapi akesesibilitas," imbuhnya.
Sebagai tambahan informasi, aturan menyangkut harga rumah susun subsidi terkandung dalam Kepmen PUPR No. 242/KPTS/M/2020. Sejak saat itu hingga saat ini, belum ada penyesuaian harga baru.
(rrd/rir)