PT Indobuildco milik Pontjo Sutowo menolak melakukan pengosongan Hotel Sultan seperti yang diminta pemerintah. Menurutnya tidak ada dasar putusan pengadilan atau penetapan eksekusi pengosongan terhadap hotel di Blok 15 kawasan Gelora Bung Karno (GBK) tersebut.
"PT Indobuildco tidak akan mengosongkan lahan," tegas Kuasa Hukum PT Indobuildco Yosef Benediktus Badeoda kepada detikcom, Minggu (1/10/2023).
Sebelumnya, pemerintah meminta PT Indobuildco segera mengosongkan Hotel Sultan karena masa berlaku Hak Guna Bangunan (HGB) telah habis pada Maret-April 2023. Mereka juga diminta melunasi pajak royalti Hotel Sultan sejak 2007 senilai kurang lebih Rp 600 miliar berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yosef menyebut selama ini tidak ada perjanjian apapun terkait royalti, termasuk besaran dan tagihannya. Ia pun mempertanyakan dari mana dasarnya besaran tunggakan tersebut.
"Tidak ada perjanjian apapun soal royalti dan besarnya royalti dan tidak pernah ada invoice tagihan royalti. Jadi dari mana Setneg menyatakan ada utang royalti? Dasarnya apa dan bagaimana hitungannya?" kata Yosef.
Dia menjelaskan PT Indobuildco pernah membayar pajak royalti sampai 2006 karena adanya putusan pengadilan. Setelahnya pembayaran tidak dilanjutkan karena terkait perjanjian HGB No.26/Gelora dan No.27/Gelora berada di atas HPL No. 1/Gelora sebagai Barang Milik Negara pada Sekretariat Negara (Setneg).
"(Hotel Sultan) tidak berdiri di atas HPL No. 1/Gelora. Sebaliknya, HPL No. 1 terbit di atas HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora," tutur Yosef.
Di sisi lain, ia mengingatkan adanya kesalahan jika uang royalti dibayarkan Hotel Sultan tanpa adanya dasar yang jelas. "Pihak Setneg yang menerima uang royalti tanpa adanya dasar perjanjian dapat dianggap sebagai gratifikasi," tuturnya.
Soal Royalti Versi Pemerintah
Melalui kuasa hukumnya, Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) menuturkan bahwa besaran royalti sempat didiskusikan oleh kedua belah pihak sejak 2018. Sayangnya pembahasan tak kunjung menemui titik terang dan berhenti karena ada pandemi COVID-19.
"PPKGBK dengan pihak Indobuildco pada 2018 sebelum COVID-19, beberapa kali melakukan diskusi untuk menentukan besaran royalti dari 2007-2018. Siapa yang negosiasi dari PPKGBK dan siapa yang bernegosiasi dari pihak Indobuildco masih hidup sampai sekarang," kata Tim Kuasa Hukum PPKGBK Chandra Hamzah dalam Media Briefing di Gedung PPKGBK, Jakarta, Jumat (29/9).
"Alasannya (nggak bayar royalti) nggak ditagih, ya nggak ditagih karena kebetulan stuck (diskusinya), berhenti, begitu datang COVID-19," lanjutnya.
Tim Kuasa Hukum PPKGBK Saor Siagian menekankan kewajiban itu tetap harus dibayar pihak Pontjo Sutowo meski sudah angkat kaki dari Hotel Sultan. Jika tidak, dari segi teknis hukum disebut harta-harta yang bersangkutan berpotensi disita untuk mengganti kerugian negara.
"Kalau enggak kan dari segi teknis hukum misalnya tidak memenuhi, berarti semua harta-hartanya berpotensi akan disita untuk mengganti kerugian. Kami kan percaya bahwa beliau akan persuasif tapi secara tulus rendah hati, kami juga memberitahu apa yang menjadi konsekuensi hukum," ucap Saor dalam kesempatan yang sama.
Pontjo Sutowo juga diingatkan bahwa ada konsekuensi hukum jika tidak mau mengosongkan Hotel Sultan. Pasalnya masa berlaku HGB telah habis sejak Maret-April 2023 dan kepemilikan atas lahan tersebut adalah negara.
"Karena tidak berhak lagi per Maret, tentu ada potensi pidana, ada penyerobotan karena masih ada aktivitas usaha, memperkaya orang lain. Kami telah menyurati hari ini, jatuh tempo per hari ini," tegas Saor.
(aid/das)