50 Perusahaan Properti China Kesulitan Keuangan, Sri Mulyani Waswas

50 Perusahaan Properti China Kesulitan Keuangan, Sri Mulyani Waswas

Anisa Indraini - detikFinance
Rabu, 25 Okt 2023 15:42 WIB
Menteri Sri Mulyani dalam Prescon APBN Kita, Rabu (25/10/2023).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/Foto: Anisa Indraini/detikcom
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan risiko dan ketidakpastian global masih meningkat. Bendahara Negara itu mewaspadai perusahaan di sektor properti yang banyak mengalami kesulitan keuangan di China.

"Kita semua sudah mendengar RRT mengalami pertumbuhan ekonomi yang melambat. China property itu mengalami masalah yang cukup serius. Kemarin kalau kita lihat Financial Times menyebutkan 50 perusahaan RRT di bidang properti sebagian cukup besar mengalami kesulitan keuangan atau default," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA, Rabu (25/10/2023).

Pelemahan ekonomi China membuat dunia termasuk Indonesia waspada atas dampak yang mungkin ditimbulkan. Pasalnya China merupakan negara ekonomi terbesar kedua tujuan utama ekspor Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini berarti akan mempengaruhi Indonesia karena perekonomian RRT sebagai ekonomi terbesar ke dua di dunia menjadi motor pertumbuhan ekspor dari banyak negara, termasuk Indonesia. Banyak negara yang ekspor ke RRT sehingga pelemahan ekonomi di RRT pasti akan mempengaruhi pertumbuhan ekspor kita," beber Sri Mulyani.

Selain kondisi di China, Sri Mulyani juga mewaspadai kondisi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) terkait kenaikan imbal hasil surat utang AS atau US Treasury 10 tahun. Kondisi ini dipicu oleh kenaikan suku bunga Fed Fund Rate.

ADVERTISEMENT

"Ini menyebabkan gejolak tidak hanya di AS, tapi di seluruh dunia karena banyak negara, banyak investor yang membeli surat berharganya AS. Ini lah yang kami sampaikan tantangan bergeser, kalau dulu kita ngomongin pandemi, pandemi, pandemi, geopolitik masih, namun ini sekarang muncul dalam bentuk volatilitas di pasar keuangan terutama di AS yang makin tidak predictable," tutur Sri Mulyani.

Ketiga, Sri Mulyani mengatakan Eropa tengah mengalami tekanan yang berat. Inflasi Eropa masih tinggi, sementara perang Ukraina dan Rusia belum juga usai.

Kondisi geopolitik ini semakin dibebani oleh perang Israel dan Palestina yang memicu kenaikan harga minyak. Alhasil, European Central Bank (ECB) cenderung hawkish atau keras dalam menentukan kebijakan suku bunganya.

"Ini mengancam perekonomian di Eropa yang akan masuk zona resesi. Kita semua tahu ekonomi terbesar di Eropa yaitu Jerman sudah masuk beberapa kali zona kontraksi sehingga bisa by definition mau masuk ke dalam resesi," pungkasnya.

Lihat juga Video 'Salip China, India Posisi 1 Jumlah Penduduk Terbanyak':

[Gambas:Video 20detik]



(aid/ara)

Hide Ads