Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menepis kabar biaya LRT Bali yang disebut membengkak. Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan saat ini proyek LRT Bali masih dalam tahap proses studi kelayakan atau feasibility study.
Alhasil, total biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan proyek tersebut belum keluar. Untuk itu, dia membantah kabar pembengkakan biaya pembangunan LRT di Bali itu. Apalagi pembangunannya saja belum dimulai.
"Informasi dari mana? Belum dimulai (pembangunannya). Belum, belum, nanti kita lihat saja nanti," kata Adita kepada awak media, di Gedung Kemenhub, Jakarta Pusat Selasa (19/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adita menjelaskan studi kelayakan LRT Bali sedang dilaksanakan oleh Korea Selatan. Rencananya, pembangunan perkeretaapian ini akan didanai melalui skema bantuan atau official development assistance (ODA). Namun, hingga saat ini pemerintah belum menetapkan negara mana yang akan menggarap proyek tersebut.
Dia juga menegaskan Korea Selatan belum tentu menjadi kontraktor proyek ini, meskipun mereka yang menggarap studi kelayakannya. Sebab, pemerintah harus melalui proses tender terlebih dahulu untuk menentukan siapa pemenangnya.
"Tapi memang studinya sudah dilakukan oleh Korea Selatan. Nanti kalau dikelola oleh Korea Selatan tentu harus ada proses tender sesuai dengan proses governance yang ada. Bukan berarti kemudahan akan dioperasikan dan dibangun oleh Korea Selatan," jelasnya.
Sebelumnya, Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) mengungkapkan pembangunan LRT Bali kemungkinan akan dilakukan secara underground alias bawah tanah. Hal ini diungkapkan langsung oleh Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Ervan Maksum.
Namun, menurut Ervan pembangunan yang dilakukan lewat bawah tanah ini membuat pembiayaan proyek LRT Bali menjadi menantang. Pasalnya, pembangunan LRT di bawah tanah biayanya bisa sampai 3 kali lipat daripada pembangunan jalur LRT sejajar dengan jalan ataupun dibangun layang.
"Nah kalau ke bawah itu bisa 3 kali harga kalau di atas. Misalnya dari Bandara Ngurah Rai ke Kuta itu Rp 5 triliun, padahal nggak sampai 4,9 kilometer pak. Karena lewat bawah mahal sekali," ungkap Ervan.
Kebutuhan investasinya sendiri ditulis sebesar US$ 592,28 juta. Bila dikonversikan ke kurs terkini jumlahnya sekitar Rp 9,10 triliun (kurs Rp 15.370). Bila dihitung per kilometernya jumlahnya kira-kira Rp 1,71 triliun.
Lihat juga Video 'MRT-LRT Tak Untung, Jokowi: Itu Keputusan Politik, Bukan Ekonomi Perusahaan':