Pembangunan Tanggul Pantai dan Tanggul Laut (Giant Sea Wall) di wilayah Pantura Jawa akan dipercepat di tengah ancaman tenggelam. Hal ini akibat adanya penurunan permukaan tanah antara 1-25 cm per tahun hingga menyebabkan banjir rob.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah telah menyiapkan skenario jangka panjang untuk memitigasinya melalui konsep pembangunan Giant Sea Wall. Khusus di Jakarta terdapat beberapa tahapan pembangunan yang telah dirancang hingga 2040.
"Berdasarkan data dari Kementerian PUPR, sudah ada Project Management Office (PMO) untuk Giant Sea Wall di Kementerian PUPR," kata Airlangga dalam Seminar Nasional Strategi Perlindungan Kawasan Pulau Jawa Melalui Pembangunan Giant Sea Wall di Grand Ballroom Hotel Kempinski Jakarta, Rabu (10/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Program pembangunan Giant Sea Wall di Jakarta terdiri dari 3 tahap yakni fase A yang pembangunannya berupa tanggul dan sungai kurang lebih 120 km sampai 2030. Lanjut fase B pembangunan sisi barat 20 km mulai 2030. Sisanya fase C yang merupakan sisi timur sepanjang 12 km dibangun mulai 2040.
Untuk fase A, saat ini sudah dimulai pembangunan tanggul yang tidak mengganggu aktivitas masyarakat pesisir dan terintegrasi dengan sistem polder (drainase, kolam, retensi dan pompa) untuk melindungi Jakarta dari banjir rob. Pembangunan difokuskan pada 44,2 km lokasi kritis, di mana saat ini tersisa 33,3 km.
Tanggul laut atau lepas pantai akan dibangun jika penurunan tanah di pesisir terus terjadi. Sampai 2040 diperkirakan masih terdapat bukaan tanggul laut sebagai akses kapal dan akan ditutup jika penurunan permukaan tanah semakin parah.
Tanggul laut ini direncanakan akan diintegrasikan dengan jaringan tol dan pengembangan lahan melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
"Kalau di Jakarta tanggulnya masih terpisah-pisah atau terbuka, sehingga kalau ini disatukan mulai dari wilayah Banten sampai Cirebon, maka ini akan terintegrasi dan membuka akses langsung juga untuk dibuat jalan tol, jalan kereta api dan logistik cost kita akan semakin bersaing," ucapnya.
Terkait detail pendanaan masih akan terus dibahas. Sejauh ini estimasi kebutuhan anggaran pembangunan dan perlindungan Pantura Jawa untuk tanggul fase A dan B diperkirakan mencapai Rp 164,1 triliun.
"Ini total cost yang diperkirakan di wilayah Pantura. Ini hanya untuk bendungnya saja, untuk tanggul. Banyak proyek yang bisa kita kembangkan dari sini. Dengan seminar ini mudah-mudahan ini skalanya bisa kita perbesar dan lebih masif lagi dan ini program yang sifatnya transformatif," tutup Airlangga.
Tidak Boleh Rusak Lingkungan
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono berpesan kepada Kementerian PUPR agar pembangunan Tanggul Pantai dan Tanggul Laut (Giant Sea Wall) di wilayah Pantura Jawa dilakukan dengan memperhatikan aspek ekologi. Hal itu tidak boleh dikesampingkan agar pemanfaatannya betul-betul dirasakan.
"Ketika pembangunan Giant Sea Wall tidak diberikan kanal-kanal, ya tinggal tunggu waktu pasti akan ada kehancuran juga. Artinya pesan yang ingin saya sampaikan adalah membangun Giant Sea Wall harus betul diperhatikan aspek ekologi," kata Trenggono.
Trenggono mencontohkan pembangunan Giant Sea Wall di Jalan Tol Semarang-Demak. Menurutnya, pembangunan itu tidak boleh ditutup semua dan harus tetap memberikan ruang laut untuk tanaman hidup seperti mangrove.
"Laut itu harus ada kanal yang masuk dan kemudian di pesisir harus tetap dibiarkan mangrove-nya hidup. Karena di situ ada yang namanya ekosistem yang memberi kehidupan kita. Pertama adalah lumpur timbul tenggelam atau tanah timbul atau sedimentasi, di situ harus hidup mangrove. Lalu kemudian dia juga akan berinteraksi dengan yang namanya seagrass atau padang lamun dan terus berinteraksi dengan koral," beber Trenggono.
"Ini satu subsistem yang jadi satu infrastruktur atau satu ekosistem yang nggak boleh diputus atau dipisah," tambahnya.
Trenggono membeberkan tantangan sektor kelautan dan perikanan di pantai utara Jawa. Tantangan tersebut yakni adanya rata-rata penurunan muka tanah di Pantura sebanyak 1-20 cm/tahun dan banjir pesisir setinggi 5-200 cm.
"Sebenarnya dari semua ini kita lupa bahwa kita selama ini tidak pernah menjaga yang namanya ekologi. Ekologinya agak sedikit diabaikan karena ngurusin ekologi adalah sesuatu yang nggak ada apa-apanya, tetapi itu sangat penting sebetulnya untuk kepentingan ekonomi," imbuhnya.
Padahal terdapat peluang yang bisa dikembangkan di Pantai Utara Jawa. Berdasarkan data KKP, terdapat 200 ribu nelayan dan pembudidaya ikan dengan produksi perikanan mencapai 2,3 juta ton senilai Rp 45 triliun.
(aid/das)