Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono telah melakukan sebuah tindakan besar dalam 4 tahun terakhir posisinya di Kabinet Indonesia Maju. Bahkan, tindakannya ini termasuk ke dalam pelanggaran undang-undang (UU).
Tindakan tersebut ialah terkait kenaikan tarif jalan tol. Basuki mengakui bahwa dirinya kerap kali terlambat menerapkan kenaikan tarif jalan tol. Padahal penyesuaian tarif jalan tol dilakukan setiap 2 tahun sekali berdasarkan Undang-Undang Nomor (UU) 2 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
"Kalau 4 tahun terakhir ada pandemi kan? Kalau pandemi, ya saya bertanggung jawab untuk melanggar Undang-undang (menunda kenaikan). Menurut saya ya kalau itu dianggap melanggar Undang-undang," kata Basuki, ditemui di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, Jumat(4/10/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PUPR punya peran dalam persetujuan penyesuaian tarif jalan tol. Hal ini ditetapkan melalui penerbitan Keputusan Menteri (Kepmen) PUPR, usai hasil identifikasi dan audit dilakukan dalam menilai apakah seluruh syarat dan ketentuan untuk naik tarif telah terpenuhi.
Di sisi lain, Basuki menekankan bahwa dirinya bertanggung jawab atas tindakannya tersebut. Keputusan ini nekat dilakukan didasari atas pertimbangan beban masyarakat saat itu. Menurutnya kurang pas jika di tengah kondisi tersebut tarif tol justru malah naik.
"Kalau orang semua dapat BLT, listrik nggak naik, semua dapat subsidi, gaji kurang Rp 5 juta kasih subsidi, masa tol dinaikkan?," ujarnya.
Atas kondisi tersebut, menurutnya di pemerintahan berikutnya seharusnya sudah tidak ada keterlambatan lagi untuk kenaikan tarif tol ini. Namun memang hal ini juga tetap akan bergantung pada situasi masyarakat dan perekonomian nasional.
"Harusnya, ya. Tergantung situasi. Itu pun keterlambatan (kenaikan tarif) itu bukan karena semata-mata kesalahan dari pemerintah. Ada juga yang karena SPM-nya nggak terpenuhi," terang Basuki.
"Jadi dia memenuhi SPM dulu, dimonitor, setelah Bina Marga centang-centang oke, baru naik. Jadi tidak semata-mata kesalahan dari regulator, tapi juga bisa pemenuhan SPM yang terlambat dipenuhi," sambungnya.
(shc/kil)