Anker Tolak Penutupan Stasiun Karet, Ini Alasannya

Anker Tolak Penutupan Stasiun Karet, Ini Alasannya

Ilyas Fadilah - detikFinance
Jumat, 03 Jan 2025 21:00 WIB
Stasiun Karet bakal ditutup
Foto: Ilyas Fadilah
Jakarta -

Rencana penutupan Stasiun Karet diprotes anak kereta (anker) pengguna KRL yang biasa naik-turun di stasiun tersebut. Selain persoalan waktu, penumpang khawatir pengeluaran mereka untuk ongkos bakal bertambah.

Firman, seorang pegawai swasta yang sudah naik-turun di Stasiun Karet sejak 2019 mengaku sudah tahu soal rencana penutupan Stasiun Karet. Ia tak setuju dengan rencana tersebut karena akses dari Stasiun Karet ke tempat kerjanya lebih dekat dibanding dari Stasiun BNI City.

"Sebenernya baru tahu tadi dan kurang setuju sih. Saya nggak tahu mungkin ada masalah di bisnis karena di Stasiun BNI lebih bagus, walau sepi sebenarnya, ya saya sih nggak setuju. Karena akses ke kantor lebih dekat dari sini," katanya saat ditemui detikcom di Stasiun Karet, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kalau pun nanti akan dibuat jalur yang menghubungkan pejalan kaki dari Stasiun BNI City ke sekitar Stasiun Karet, ia tetap tidak setuju. Alasannya karena akan butuh waktu lebih lama untuknya sampai ke kantor.

Pria yang berkantor di sekitar Sudirman ini mengaku selalu mengakses Stasiun Karet untuk berangkat kerja dari Bogor ke Jakarta. Saat turun dari KRL ia dapat mengakses angkot dengan tarif lebih murah ketimbang ojek online untuk sampai di kantornya.

ADVERTISEMENT

"Setiap hari naik turun di sini karena turun dari sini langsung ada angkutan, karena kantor saya di Sudirman. Keluar dari stasiun langsung ada angkot," tutur Firman.

Penolakan juga muncul dari Ilham, pegawai swasta yang sudah mengakses Stasiun Karet untuk bekerja selama 2 tahun. Ia menyebut cukup berjalan kaki dari Stasiun Karet ke kantornya karena jarak yang memang dekat.

Menurut pria berumur 25 tahun itu, jika ia harus turun di Stasiun BNI City imbas Stasiun Karet ditutup maka konsekuensinya adalah waktu dan ongkos. Jarak ke kantornya akan lebih jauh dan perlu ongkos lebih untuk menggunakan ojek online.

"Kalau kayak gitu agak makan waktu lagi, lebih lama lagi. Kalau naik gojek. Lebih gede lagi biasanya, ongkosnya lebih," sebut Ilham.

Belum lagi jika harus menggunakan transportasi selain kereta maka harus berhadapan dengan macet. Oleh karena itu, Ilham menilai keberadaan Stasiun Karet sangat membantu dirinya yang berangkat dan pulang kerja Depok-Jakarta.

"Saya dengan adanya stasiun ini ya terbantu. Kalau pun harus jalan dari BNI makan waktu lagi," tuturnya.

Sebelumnya, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) atau KAI Commuter berencana mengintegrasikan Stasiun BNI City dengan Stasiun Karet. Langkah ini dimaksudkan untuk memangkas waktu perjalanan Commuter Line Basoetta atau kereta bandara hingga mengoptimalisasi perjalanan KRL Commuter Line.

VP Corporate Communication KAI Commuter, Joni Martinus, mengatakan melalui optimalisasi Stasiun BNI City diharapkan perjalanan kereta bandara bisa menjadi lebih singkat, dari sebelumnya total 56 menit menjadi 40 menit. Dengan begitu layanan ini dapat menjadi pilihan utama calon penumpang pesawat dalam menuju atau pulang dari bandara.

Selain dapat menyingkat waktu perjalanan kereta, keberadaan Stasiun Karet dinilai sudah tidak layak. Berdasarkan data KAI, dalam satu jam pengguna Commuter Line yang masuk ke stasiun mencapai hampir 2 ribu penumpang, dengan waktu tunggu pemberangkatan selama 10 menit.

Hal itu tentunya membutuhkan kapasitas ruang tunggu sebanyak 330 orang. Padahal, saat ini hall Stasiun Karet hanya dapat menampung sekitar 150 orang, yang membuatnya lebih beresiko terhadap keselamatan pengguna. Belum lagi akses menuju pintu masuk Stasiun Karet rentan memicu kemacetan lantaran berada dekat perlintasan.

(acd/acd)

Hide Ads