Kementerian Pekerjaan Umum (PU) buka suara soal maraknya truk Over Dimension Over Load (ODOL). Direktur Jenderal Bina Marga Roy Rizali Anwar mengatakan truk ODOL menjadi penghambat pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) ruas tol, yang merupakan syarat kenaikan tarif.
"Salah satu tantangan yang dihadapi badan usaha dalam memenuhi SPM jalan tol adalah banyaknya kendaraan odol," kata Roy dalam RDP bersama Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Roy menjelaskan beberapa ruas tol seperti tol Jakarta, Tangerang, JORR seksi E, Jagorawi, Padalarang, Semarang melalui Kertasono dan Surabaya hingga Gempol, dilewati truk ODOL. Jummlahnya mencapai 19,27% atau 3.074 unit dari total 15.951 mobil yang melintas per hari
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara persentase kendaraan odol berdasarkan operasi gabungan pada tahun 2024 di ruas tol sebesar 36% atau sebanyak 7.400 kendaraan dari 21.535 kendaraan yang terjaring. Sedangkan untuk persentase kendaraan odol, rata-rata tahun 2020 hingga 2024 sebesar 34%.
"Data hasil operasi gabungan odol menunjukan 34% kendaraan yang dijaring adalah kendaraan odol," jelasnya.
Roy menambahkan penyebab truk ODOL masih marak antara lain kurangnya pengawasan dan penegakan hukum, modifikasi ekstra untuk keuntungan tambahan, kurangnya kesadaran pengemudi dan pengusaha. Kemudian, persaingan di sektor logistik dan keterbatasan infrastruktur logistik, hingga kurangnya alternatif transportasi.
Imbasnya, kata Roy, ruas-ruas tol rusak lantaran menanggung berat beban kendaraan di luar kapasitas.
"Dampak dari kendaraan odol yang menyebabkan kerusakan dini pada struktur perkerasan jalan tol, di mana desain jalan tol itu MST-nya 10 ton, tetapi kondisinya beban yang lewat melebihi dari itu, sehingga kerusakannya lebih cepat terjadi. Kemudian kerugian ekonomi akibat biaya besar untuk memperbaiki jalan tol dan menyebabkan kecelakaan lalulintas di jalan tol," tutupnya.
Simak Video: MTI Desak Pemerintah Serius Atasi Masalah Truk ODOL
(hns/hns)