Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mengumumkan kebijakan tarif impor tinggi ke sejumlah negara, termasuk Indonesia yang dikenakan sebesar 32%. Kebijakan tersebut dinilai dapat membuka peluang pemerintah lebih banyak menggunakan material konstruksi dalam negeri untuk proyek-proyek infrastruktur.
Diketahui, salah satu upaya Indonesia bernegosiasi dengan Trump, yakni mempertimbangkan Deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs) melalui relaksasi Tingkat Komponen Dalam negeri (TKDN). Menurut, Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Diana Kusumastuti, hal yang baik apabila pemerintah menerapkan relaksasi TKDN, termasuk di sektor infrastruktur.
Hal ini berarti, pihaknya dapat menggunakan material lokal lebih besar. Sebab, selama ini penggunaan sumber material berasal dari dalam negeri dengan minimal nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 20%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau TKDN itu kan sebenarnya kan memang kita harusnya kan TKDN ya. Dengan produk-produk dalam negeri harusnya sudah bisa. Kita membangun ini sendiri. Makanya kita harus ada izin kan, berapa persen, berapa persennya, 20 persen. Nah kalau kita melakukan itu akan lebih baik dong. Berarti perusahaan-perusahaan kita untuk ini kan juga bangga kan dengan produk dalam negeri sendiri," kata Diana saat ditemui di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (8/4/2025).
Kendati begitu, Diana juga memastikan material yang digunakan harus lolos standar, baik dari segi mutu serta kualitasnya. Dia menekankan pihaknya akan memperhatikan kualitas material sehingga proyek-proyek yang berjalan mendapatkan material yang bagus.
"Kita tetap harus memperhatikan kualitas ya. Jangan sampai nanti kita bangun ini, kualitasnya nggak bagus. Tapi kalau kita sudah mampu dan kualitasnya bisa yang seharusnya," terang Diana.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, sejumlah kebijakan tengah dikaji pemerintah RI untuk menjadi bahan negosiasi dengan Trump. Pertama, peningkatan volume impor produk dari AS. Peningkatan volume impor akan didorong dengan produk-produk yang sudah biasa diimpor seperti gandum, kapas, hingga minyak dan gas (migas).
Kedua, pemerintah mempertimbangkan pemberian insentif fiskal dan non-fiskal berupa keringanan bea masuk serta untuk berbagai pungutan perpajakan. Meski demikian, Airlangga merasa bahwa Indonesia telah mematok tarif yang rendah untuk AS.
"Kita melihat impor sebetulnya import tariff kita terhadap produk yang diimpor Amerika relatif rendah, 5% bahkan untuk wheat maupun soya bean itu sudah 0%. Hal lain tentu kita akan lihat terkait Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor," ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (7/4/2025).
Ketiga, pemerintah Indonesia juga akan mempertimbangkan Deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs) melalui relaksasi Tingkat Komponen Dalam negeri (TKDN) terhadap sektor ICT dari AS seperti General electric (GE), Apple, Oracle, dan Microsoft. Lalu evaluasi larangan terbatas (lartas), percepatan halal, dan lain sebagainya.
Airlangga mengatakan, ketiga kebijakan tersebut beserta opsi lainnya masih dalam proses pengkajian, untuk kemudian disertakan dalam proposal penawaran yang akan diajukan dalam negosiasi bersama AS.
Simak juga Video: Rekomendasi Material Bangunan Buat Rumah Lebih Tahan Api