Bandara internasional di Indonesia mau ditambah jumlahnya. Wacana ini diungkapkan Presiden Prabowo Subianto beberapa waktu lalu dalam rapat terbatas bersama Kabinet Merah Putih.
Pemerintah menilai penambahan bandara internasional dapat menggerakkan pariwisata daerah karena bisa menghadirkan wisawatan asing.
Namun, wacana ini justru disebut kurang tepat. Pengamat penerbangan Gatot Rahardjo menilai justru seharusnya jumlah bandara internasional di Indonesia tak perlu terlalu banyak. Kalau perlu bandara internasional yang ada sekarang dikurangi jumlahnya seperti yang sudah dilakukan pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indonesia menurutnya harus menerapkan sistem hub and spoke untuk pengelolaan bandara di tanah air. Bandara internasional menjadi hub penerbangan, perannya sentral untuk menarik penumpang dari penerbangan domestik dari bandara-bandara di daerah.
Kemudian bandara internasional menjadi penghubung penerbangan domestik ke rute luar negeri. Sebagai hub, bandara internasional harus dibuat sedikit jumlahnya agar efektif.
"Justru seharusnya jumlah bandara internasional di Indonesia dikurangi dan Indonesia menerapkan sistem hub and spoke untuk kebandarudaraan yang melayani penerbangan internasional dan domestik," sebut Gatot kala dihubungi detikcom, Selasa (5/8/2025).
Selain itu, dibukanya bandara internasional dengan jumlah banyak di daerah-daerah pun dapat merugikan maskapai lokal. Sebab, kemungkinan pasar penerbangan internasional tak mampu diambil maskapai lokal, ujungnya hanya maskapai asing yang akan mengambil potensi pasar di bandara internasional tersebut.
Khususnya maskapai yang berada di Singapura dan Malaysia, karena mereka telah mampu menjadi hub penerbangan untuk rute-rute International.
"Maskapai asing terutama dari Singapura dan Malaysia dapat menjadikan Singapura dan Kuala Lumpur sebagai hub penerbangan internasional dan bandara internasional Indonesia menjadi spoke-nya. Tentu saja ini merugikan Indonesia dan hanya akan menyehatkan industri penerbangan negara lain terutama Malaysia dan Singapura," sebut Gatot.
Di sisi lain, menurut Alvin Lie, pengamat penerbangan lainnya, sejauh ini efektivitas bandara internasional di tanah air juga jauh dari kata cemerlang. Bandara internasional di Indonesia itu menurutnya belum terbukti mendatangkan penumpang dari negara lain.
Di Bandara Internasional Soekarno-Hatta saja yang merupakan bandara terbesar di Indonesia, 60% penumpang internasionalnya adalah orang berpaspor Indonesia. Artinya, bandara internasional cuma menjadi gerbang bagi orang Indonesia ke luar negeri.
"Secara de facto ini kita cuma fasilitasi orang kita ke luar negeri saja," sebut Alvin ketika dihubungi detikcom.
Menurutnya kebanyakan bandara internasional di Indonesia juga cuma punya rute penerbangan ke Singapura dan juga Malaysia, yang memang telah menjadi hub penerbangan Asia. Penumpang yang kebanyakan orang Indonesia tadi hanya akan transit di kedua negara tersebut sebagai hub rute internasional ke berbagai negara. Yang untung justru sektor bisnis Singapura dan Malaysia saja.
Dengan fakta ini, dia menyimpulkan mau sebanyak apapun bandara internasional, bila kinerja menarik wisatawan asingnya kurang baik, maka tidak akan menggerakkan perekonomian dari pariwisata.
"Jadi kalau disebut mau menambah bandara internasional untuk menggerakkan ekonomi dan pariwisata, belum ada bukti empiris yang menunjukkan ada kontribusinya," lanjut Alvin.
Menurutnya, kinerja bandara internasional yang kurang cemerlang menarik wisatawan asing karena memang promosi wisata yang kurang maksimal.
Dia mencontohkan keberhasilan Pulau Bali yang memang sudah dikenal sebagai surga liburan, Bandara I Ngurah Rai Denpasar yang menjadi bandara internasional di kawasan tersebut memiliki sebaran penumpang internasional lebih besar. Seharusnya pembukaan bandara internasional dilakukan di tempat seperti Bali yang memang potensi wisatanya jelas dan dipromosikan dengan baik.
Lihat juga Video Bupati Majalengka: Bandara Kertajati Butuh Dukungan untuk Jamaah Haji