Eksistensi pasar tradisional di pusat kota Jakarta seperti ditinggalkan masyarakat, dibiarkan kumuh dan terlantar. Misalkan saja Pasar Lontar Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat yang pernah terbakar pada Agustus 2023.
Setelah terbakar, Pasar Lontar Kebon Melati belum direvitalisasi sepenuhnya. Hal ini membuat kondisi pasar jauh dari kata layak.
Berdasarkan pantauan detikcom di lokasi, Kamis kemarin, pasar ini berlokasi di sepanjang Jalan Sabeni Raya, membentang memanjang di sisi jalan. Tepat di samping pasar yang dekat persimpangan Jalan K.H Mas Mansyur, terdapat unit Puskesmas Kel. Kebon Melati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara keseluruhan, pasar ini terbagi jadi beberapa bangunan utama. Berurutan mulai dari sisi barat hingga ke timur dekat puskesmas dan persimpangan dengan Jl. K.H Mas Mansyur, terdapat pasar kambing.
"Habis kebakaran sudah dibenahi, tapi baru yang bagian samping sini doang (bagian pasar dekat puskesmas). Kalau yang ke bawah itu, dari bak sama ke sana lah, itu belum dibenahi sampai sekarang," kata salah seorang penjual pasar itu kepada detikcom.
Untuk kawasan pasar baru yang dikatakan sudah direvitalisasi usai kebakaran, kondisi pasar terlihat cukup bersih dengan bangunan semi permanen dengan dinding-dinding yang terbuat dari blok beton.
Setiap lapak pedagang sudah terbagi dengan rapi, serta terdapat rolling door di sisi depan dan belakang pasar. Belum lagi bagian dalam pasar ini terlihat cukup terang karena setiap lapak memiliki lampu penerangan.
Namun kondisi ini hanya terlihat di bagian pasar baru, sebab tepat di sebelahnya berdiri bangunan Pasar Lontar Kebon Melati lama yang tampak tak terurus dan sangat memprihatinkan.
Tepat di bagian depan bangunan pasar terdapat tumpukan sampah yang dijadikan pusat pembuangan pedagang dan warga sekitar. Di tumpukan sampah ini terdapat banyak kambing yang tengah mengais dan memakan sisa-sisa sayuran yang dibuang.
Di ujung tumpukan sampah yang menempel dengan dinding bangunan pasar, terdapat sisa bercak hitam yang menjadi penanda bahwa di kawasan itu sempat terjadi kebakaran. Di bagian dalam, lantai terbuat dari semen dan becek penuh kubangan air.
Berbeda dengan pasar baru, di bangunan pasar ini suasana terasa sangat gelap meski di siang hari. Sebab hanya ada beberapa kios pedagang yang memiliki pencahayaan, sementara beberapa lapak lainnya terlihat hanya bisa mengandalkan penerangan dari lapak sebelah.
Sedikit bergeser ke bangunan blok paling barat Pasar Lontar Kebon Melati, terlihat kawasan ini jauh lebih memprihatinkan daripada dua blok sebelumnya. Bangunan pasar yang berwarna dasar kuning dengan atap seng ini terlihat sangat kumuh.
Lokasi pasar yang lebih rendah dari jalan di depannya juga membuat lantai area pasar menjadi sangat becek, lebih parah dari blok sebelah. Kumuh, sepi, becek, langit-langit bangunan yang sudah rusak hingga bau menyengat menjadi gambaran bagaimana pasar ini kian tak terurus.
Lorong antar kios yang juga terasa sempit dan gelap karena bercampur dengan kontrakan warga. Terlihat dinding-dinding kayu menjadi pembatas tempat tinggal warga sekitar. Meski lorong pasar terlihat gelap, namun pada celah dinding tempat tinggal warga terlihat ada pencahayaan diiringi suara-suara perbincangan mereka yang tinggal di sana.
Hingga pada bagian belakang blok pasar ini, terdapat area lapang dengan petak-petak ubin yang merupakan area bekas terbakar paling parah. Sekilas kawasan ini tampak seperti 'lapangan' di belakang pasar karena tidak ada dinding pembatas sama sekali di area itu.
Namun jika dilihat lebih jauh, di beberapa titik pada ujung-ujung tembok terdapat bercak hitam jejak si jago merah. Namun tak ada bangunan berdiri, menandakan area itu ditinggalkan begitu saja usai kebakaran dua tahun silam.
Pasar Lontar Jadi Deretan Kontrakan Kumuh
Seorang pedagang Pasar Lontar Kebon Melati, Waluyo, mengatakan di bangunan blok pasar paling barat tempat lapaknya berada, kini hanya dihuni oleh tujuh orang pedagang sembako termasuk dirinya. Di luar itu menurutnya hanya ada segelintir penjual makanan dan beberapa pedagang perabot rumah tangga.
Selebihnya, lapak-lapak kios di kawasan itu malah dijadikan tempat tinggal. Sebagian besar yang menempati lapak-lapak tersebut adalah pedagang kaki lima pinggir jalan, pengamen, hingga kuli harian.
Bahkan salah satu area yang sempat terbakar pada 2023 lalu, dan hingga kini hanya menyisakan tanah lapang merupakan salah satu lapak yang sudah berubah jadi kontrakan. Beruntung kala itu api tidak menjalar sampai ke warungnya yang tepat berada di samping lokasi kebakaran.
"Yang jual sembako di sini nggak sampai tujuh orang. Kemarin habis tutup lagi satu itu. Ini yang kebakaran sebenarnya bukan ditempatin orang dagang, orang tidur," kata Waluyo kepada detikcom di lokasi, Kamis (18/9/2025).
Waluyo yang sudah berdagang di kawasan itu sejak 1983 menjelaskan, pada awalnya kawasan itu merupakan Pasar Inpres Kebon Melati, yang kemudian diambil alih oleh Pemprov Jakarta sekitar tahun 1985. Saat itulah bangunan pasar berwarna dasar kuning yang kini sudah sangat kumuh itu dibangun.
Sementara untuk dua blok di sebelahnya, kala itu Pemprov Jakarta baru melakukan pembebasan lahan, namun belum sempat melakukan pembangunan. Sehingga bangunan pasar dibuat secara mandiri oleh para pedagang.
Menurutnya banyak kios beralih fungsi jadi lapak tempat tinggal karena sepinya pasar sejak 2019, sebelum pandemi Covid-19 melanda. Hal itu membuat sejumlah pedagang yang tak sanggup lagi berjualan menjadikan lapaknya sebagai kontrakan.
"Karena keadaan buat berdagang ini susah, itu akal-akalan yang punya kios dijadikan kontrakan biar ada pemasukan. Biar bisa buat bayar sewa kios. Tapi sebenarnya peraturan sih nggak boleh. Sering ada razia dari pusat," jelasnya.
"Harusnya nggak boleh. Tapi karena memang nggak punya modal buat usaha, tapi perlu ada pemasukan, akhirnya pada dikontrakan. Yang mengontrak sih orang pada dagang juga. Tapi kan pada dagang keluar gitu, nggak di sini," sambung Waluyo.
Tonton juga video "Pasta Premium 'Hidden Gem' di Dalam Pasar Santa" di sini:
(igo/fdl)