Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya pengelolaan air sebagai fondasi bagi kedaulatan pangan. Swasembada pangan dan ketersediaan air dijadikan prioritas strategis nasional.
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo memperkuat pesan tersebut dengan menyoroti peran vital bendungan dan jaringan irigasi.
"Kita sepakat bahwa infrastruktur sumber daya air sangat penting untuk mendukung sasaran swasembada pangan dan oleh karena itu terus kita lanjutkan. Kita bisa melihat misalkan dari bendungan, bendung, lalu masuk ke irigasi primer, sekunder, dan tersier hingga langsung ke sawah-sawah," ujarnya pada Januari 2025 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menekankan, rantai infrastruktur air, dari bendungan hingga saluran terkecil, adalah tulang punggung yang memastikan air benar-benar sampai ke petani.
Pemerintah menempatkan swasembada pangan sebagai prioritas nasional yang tercantum dalam Asta Cita, delapan misi utama pembangunan. Program ini dijabarkan lebih jauh ke dalam 17 program prioritas, salah satunya kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, dan air.
RPJMN 2025-2029 pun dirancang selaras, dengan menekankan penyediaan pasokan air berkelanjutan sebagai syarat mutlak menuju Indonesia Emas 2045. Di balik visi besar itu, Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU, Dwi Purwantoro, mengingatkan, air adalah faktor penentu dalam ketahanan pangan.
"Tanpa air, kita tidak bisa bicara sawah, padi, apalagi swasembada pangan,"katanya.
Pernyataan ini bukan sekadar retorika, melainkan cerminan strategi besar yang kini sedang dijalankan oleh pemerintah, dari pusat hingga daerah.
Visi besarnya, lanjut Dwi, adalah meningkatkan Indeks Pertanaman (IP), dari rata-rata 1,8 menjadi minimal 2,0 atau 2,5. Dengan demikian, petani bisa menanam dua hingga tiga kali dalam setahun.
Beberapa daerah yang sudah direhabilitasi bahkan berhasil mencapai IP 2,5 dengan produktivitas di atas 8 ton per hektar. "Kalau bisa tiga kali tanam setahun, itu luar biasa. Peningkatan IP ini berarti peningkatan ketahanan pangan kita," tambah Dwi.
Langkah ini tak hanya berhenti di pembangunan fisik. Ditjen SDA membawa irigasi ke era modern melalui teknologi dan digitalisasi. Inovasi yang diterapkan mencakup penggunaan citra satelit, sistem telemetri, pintu air elektromekanik, hingga platform berbasis artificial intelligence(AI).
Sistem Manajemen Operasi dan Pemeliharaan Irigasi (SMOPI) dan Command Center hadir untuk memastikan distribusi air bisa dipantau real-time.
"Kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan cara lama. Semua harus berbasis data, bukan sekadar perkiraan," kata Dwi. Contoh nyata transformasi ini, lanjutnya, ada di Daerah Irigasi Manganti, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy.
Pintu bendung dan jaringan dipasangi sensor ketinggian air otomatis, CCTV dengan image processing, serta sistem Internet of Things (IoT) untuk pengoperasian pintu jarak jauh. Keputusan distribusi air kini dibuat dengan rekomendasi AI, sehingga kehilangan air bisa diminimalisasi. Hasilnya, produktivitas meningkat meski ketersediaan air terbatas.
Untuk mempercepat pencapaian, Presiden Prabowo telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2025. Instruksi ini memerintahkan kementerian, gubernur, hingga bupati/wali kota untuk bekerja terintegrasi membangun, merehabilitasi, serta mengelola jaringan irigasi. Di Kementerian PU, telah dibentuk Satgas Swasembada Pangan yang terdiri atas tim teknis dan tim sosial, melibatkan pakar lintas bidang untuk memperkuat implementasi di lapangan.
Dukungan masyarakat juga sangat penting. Ditjen SDA memberdayakan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Gabungan P3A (GP3A), dan Induk P3A (IP3A) melalui program pelatihan dan pembinaan. Petani dilatih mengelola jaringan irigasi, memperkuat kelembagaan, hingga meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial.
"Infrastruktur sebesar apa pun tidak akan berarti tanpa partisipasi petani. Mereka harus merasa memiliki. Kalau pangan kita aman, kita tidak akan mudah diguncang. Dan semua itu bermula dari air. Air yang dikelola dengan baik akan melahirkan pangan yang cukup bagi seluruh rakyat Indonesia," tutup Dwi.
(fdl/fdl)










































