DPR Sentil BPN Soal Sengketa Tanah JK-GMTD: Kelalaian Negara Jangan Dipertontonkan

DPR Sentil BPN Soal Sengketa Tanah JK-GMTD: Kelalaian Negara Jangan Dipertontonkan

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Senin, 24 Nov 2025 14:26 WIB
Rapat Komisi II DPR RI dengan Menteri ATR/BPN
Foto: Shafira Cendra Arini
Jakarta -

Komisi II DPR RI menyentil Menteri ATR/BPN Nusron Wahid terkait kasus sengketa tanah di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Kasus ini melibatkan perusahaan Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, PT Hadji Kalla, dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), bagian dari Lippo Group.

Anggota Komisi II Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhammad Khozin menyoroti tentang cara Nusron menyampaikan klarifikasi atas kasus tersebut. Menurutnya, kurang elok bagi pemerintah berbicara terlalu blak-blakan kepada publik.

"Pak Menteri secara gentle mengakui memang ada kelalaian, apakah itu oknum atau institusi. Tapi yang jelas tidak elok kita mempertontonkan ke publik. Ya itu kita yang salah, ya mohon maaf," kata Khozin, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi II DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam permasalahan ini, JK sendiri mengaku pihaknya telah memiliki sertifikat resmi Hak Guna Bangunan (HGB) yang diterbitkan BPN sejak 1996 dan masih berlaku hingga 2036. Sedangkan PT GMTD mengaku punya Hak Pengelolaan (HPL).

"Apapun itu bentuknya, publik tidak boleh dipertontonkan kelalaian negara terhadap kebijakan yang dibuat," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Meski demikian, Khozin mendukung rencana Kementerian ATR/BPN untuk melakukan pembenahan agar ke depannya persoalan serupa tidak terulang lagi. Namun ia mengingatkan, masalah tersebut tidak hanya perlu diselesaikan di ranahnya saja, tetapi juga lintas kementerian/lembaga (KL).

Menurutnya, permasalahan ini juga melibatkan berbagai peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang (UU) BUMN, UU Perbendaharaan, UU Kehutanan, hingga peraturan perundang-undangan di lingkup pertanian.

"Kalau ini tidak diurai Pak Menteri, artinya kajiannya ini komprehensif, kita hanya cicilan saja menyelesaikan persoalan. Padahal hemat saya, persoalan ini semua algoritmanya sudah ketemu, fokusnya saja yang berbeda-beda," kata dia.

"Apa yang terjadi di Surabaya, Jember, Bondowoso, lokusnya saja yang berbeda, tapi problematikanya itu sama, ada konstitusional damage di sana, ada benturan secara konstitusi negara kita," sambungnya.

Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa DPR sebagai pembuat UU punya tanggung jawab konstitusional untuk menyelesaikan permasalahan tersebut melalui evaluasi dan proyeksi ke depannya. Oleh karena itu, menurutnya penting untuk melakukan pendalaman pada Raker kali ini.

"Dalam forum yang terhormat ini kita diberikan kajian internalnya, karena kami meyakini, tidak ada di Republik ini satu institusi dan human resource yang lebih memahami dan mendalami urusan agraria dibanding dari ATR-BPN," ujar Khozin.

(shc/eds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads