Aparat Desa/Kelurahan Jadi Pintu Masuk Sindikat Mafia Tanah

Aparat Desa/Kelurahan Jadi Pintu Masuk Sindikat Mafia Tanah

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Kamis, 04 Des 2025 07:30 WIB
Aparat Desa/Kelurahan Jadi Pintu Masuk Sindikat Mafia Tanah
Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid:Foto: Shafira Cendra Arini/detikcom
Jakarta -

Sindikat mafia tanah kerap memanfaatkan aparat desa/kelurahan sebagai pintu masuk kejahatan pertanahan. Pola ini menjadi akar persoalan yang membuat praktik mafia tanah semakin meresahkan.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan, kejahatan pertanahan sudah sangat meresahkan masyarakat. Para mafia tanah ini diketahui telah membangun sindikat secara terstruktur dan sistematis.

"Sindikatnya sudah terstruktur dan sistematis dan masuk di semua alur kehidupan, mulai dari tingkat yang paling hulu, yaitu aparatur desa. Otak-atik surat di tingkat desa, di tingkat kelurahan, ini sudah betul-betul juga menjadi pintu masuk," ujar Nusron dalam acara Rapat Koordinasi (Rakor) Pencegahan dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta, Rabu (3/12/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nusron juga menyoroti dengan sistem hukum pertanahan di Indonesia. Menurutnya, sistem tanah RI punya satu kelemahan yaitu pembuktian transaksi pertanahan masih sangat bergantung pada dokumen historis.

"Di mana dokumen historis tersebut kadang-kadang bersumber dengan sumber lisan atau riwayat tanah atau perawi-perawi tanah di tingkat desa," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Dari situlah awal mula sengketa muncul. Menurutnya, sengketa merupakan hal yang hampir tak terhindarkan ketika sudah menyangkut riwayat maupun perawi, termasuk dalam persoalan tanah.

"Berkali-kali saya sampaikan, di dunia manapun ini, termasuk di Indonesia, jangankan soal tanah kalau sudah menyangkut masalah riwayat dan perawi, pasti akan timbul sengketa. Dimulai dari situ," kata dia.

Nusron mengatakan, tidak sedikit kasus sengketa tanah yang dimulai dari persoalan riwayat. Hal ini seperti yang terlihat dalam konflik sengketa tanah di Makassar, antara Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, PT Hadji Kalla, dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), bagian dari Lippo Group.

Tantangan lainnya, lanjut Nusron, kejahatan pertanahan akan selalu bermetamorfosa. Kondisi tersebut menuntut langkah penanganan dari kementerian/lembaga (KL) terkait hingga aparat penegak hukum (APH) juga membutuhkan berbagai penyesuaian, tidak bisa bergantung pada metode yang lama secara berulang.

"Karena kalau begini terus, saya pernah mengatakan, sampai kiamat kurang dua hari pun mafia tanah ini tidak akan bisa diatasi. Kalau begini terus, karena ini sudah kondisinya emergency. Karena itu yang paling penting di antara kita semua adalah pengetatan prinsip yang terutama pola komersil," ujar Nusron.

Selesaikan 90 Kasus

Sepanjang 2025, Kementerian ATR/BPN telah menyelesaikan sebanyak 90 kasus mafia tanah sepanjang tahun 2025. Langkah tersebut berhasil menyelamatkan potensi kerugian sebesar Rp 23,38 triliun.

"Patut kita syukuri bahwa pada tahun 2025, Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Tanah telah berhasil menyelesaikan 90 kasus Target Operasi Mafia Tanah dari 107 Target Operasi, serta berhasil menetapkan tersangka sebanyak 185 orang," kata Nusron.

Selain itu, Nusron mengatakan, aksi ini juga telah berhasil menyelamatkan aset sebanyak 14.315,36 Ha bidang tanah. Penanganan kasus ini juga telah berhasil menyelamatkan uang negara dalam jumlah besar.

"Kalau tanah ini, kemudian uang ini bisa ditumpuk di sini, kemudian dipotret bisa lebih dari angka yang dipamerkan Pak Jaksa maupun angka yang dipamerkan Pak Kapolri (dari hasil penindakan barang). Cuma masalah tanah nggak bisa diambil (dipamerkan)," ujarnya.

(shc/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads