Sebanyak 62% Gen Z mementingkan pengakuan atas harga dirinya dalam mencari pekerjaan. Apabila value perusahaan tidak sesuai dengan dirinya, maka dengan mudah ia keluar dari pekerjaan.
Hal ini berdasarkan riset yang dilakukan Universitas Paramadina dan Continumm, misalnya terkait gaji atau kompensasi. Contoh lain adalah soal lingkungan kerja, hubungan personal jika gen z tidak cocok dengan value perusahaan maka ia akan dengan mudah keluar dari pekerjaan tersebut.
Ketua Program Studi Manajemen Universitas Paramadina, Adrian Wijanarko mengatakan, kecocokan dengan atasan dan rekan kerja dan culture juga turut berpengaruh. Gen Z menginginkan pekerjaan yang short term maka short win atau kecepatan kompensasi setelah proyek berhasil dikerjakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pola pengupahan juga harus disesuaikan, karena Gen Z juga ingin memilih sendiri pilihan-pilihan benefit semisal tunjangan kendaraan, komunikasi dan lain sebagainya" kata Adrian, di Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Adrian mengatakan, Gen Z juga merupakan generasi yang memiliki tekanan internal tersendiri. Di mana pada banyak kasus, Gen Z menjadi tertekan karena sejumlah persoalan pribadi seperti orang tua yang telah pensiun, sementara harus juga memikirkan biaya kuliah adiknya.
"Dari sisi tekanan sosial ataupun eksternal, gen-Z apalagi setelah covid-19, gen-Z merasa nasib mereka ke depan menjadi sangat suram, akibat kecemasan/tekanan ekonomi, ketidakpastian ekonomi global juga menambah sumber kecemasan gen-Z," tutur Adrian.
Adrian memaparkan bahwa dampak ekonomi dari ketidakpastian ekonomi global juga menyebabkan tekanan akibat ketersediaan lapangan kerja yang semakin sulit. Dari sisi literasi keuangan Gen Z termasuk yang kurang baik, sehingga mereka sering kerepotan dalam pengelolaan keuangan pribadi.
Sementara itu, Director Corporate Affairs PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), Nila Marita menyatakan, GOTO menganut sistem terbuka dan transparan. Karyawan GoTo mendapatkan transparansi dalam berbagai informasi seperti peluang berkarier untuk menunjukkan kemampuan.
Tak cuma memberikan wadah untuk tunjuk gigi, GOTO juga memberikan pelatihan yang bertujuan meningkatkan keterampilan karyawan untuk berbagai usia terutama Gen Z. Pelatihan tersebut berbentuk Enginering Bootcamp, Generasi Gigih, dan Associate Product Manager Bootcamp.
"Di GoTo sendiri, karyawannya merasa pekerjaannya lebih bermakna dan memiliki direct impact," tutur Nila.
Gen Z juga menganggap penting arti kontribusi individu dalam memberikan umpan balik, penting untuk merasa di percaya dalam melakukan tugas menggunakan cara masing-masing individu, membangun koneksi dan memprioritaskan kesejahteraan mental.
"Sebagai perusahaan teknologi, banyak hal yang tidak terduga di mana fleksibilitas dalam pekerjaan dengan mengadopsi sistem kerja berbasis hasil. Kemudian GoTo memiliki fun activities di mana kegiatan tersebut di lakukan dengan serius antara karyawan dan para leaders serta CEO," papar Nila.
Dosen Universitas Paramadina, Tia Rahmania melihat gen z akan mengisi 27% populasi kerja pada 2025. "Banyak Gen Z mengalami stres kerja karena tidak bisa menghargai proses dan menjadi bentuk masalah sehingga menjadikan Gen Z punya ambisi dan ekspektasi tinggi," tutur Tia.
Tia memaparkan, saat ini ada fenomena pekerja Gen-Z kurang disiplin dan terlalu banyak menuntut, berorientasi pada hasil, work life balance, antilingkungan kerja toxic, kutu loncat dan cenderung pemilih. Pun jika menjadi atasan cenderung menjadikan bawahan partner tanpa melibatkan strata.
Lihat Video: Gen Z Bicara soal Rentan Depresi