9 Perusahaan Bakrie dan Tips Menghadapi Saham 'Zombie'

9 Perusahaan Bakrie dan Tips Menghadapi Saham 'Zombie'

Ellen May - detikFinance
Selasa, 07 Feb 2017 11:32 WIB
9 Perusahaan Bakrie dan Tips Menghadapi Saham Zombie
Pengamat Saham Ellen May (Foto: Istimewa)
Jakarta - Siapa yang tidak kenal grup Bakrie. Grup perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh Bakrie ini dulunya sempat menguasai lantai bursa dan mencapai puncaknya pada tahun 2007 lalu.

Namun akhirnya runtuh akibat krisis moneter pada 2008 yang diiringi dengan kejatuhan harga-harga komoditas yang merupakan sektor utama usaha perusahaan-perusahaan Bakrie.

Namun, diawali dengan bangkitnya saham jagoan Bakrie, yakni BUMI, maka dimulailah era kebangkitan saham-saham zombie milik Bakrie.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagaimana awal kebangkitannya? Kenapa saham BUMI bisa menjadi pemicu bergeraknya saham-saham Bakrie lainnya? Mari kita simak langsung pembahasannya berikut ini.

Bakrie dan 9 Perusahaan Afiliasinya

Kejatuhan Grup Bakrie Pada tahun 2008 lalu, selain disebabkan oleh krisis moneter, juga disebabkan oleh berbagai hal lainnya, seperti utang yang menumpuk, bencana lumpur Lapindo, dan korupsi yang menyebabkan kejatuhan Bakrie Empire tersebut.

Berikut daftar utang beberapa saham Bakrie pada oktober 2015 lalu, sebelum mulai melakukan rekonstruksi utangnya dengan total utang mencapai kurang lebih Rp 122 Triliun:

1. Emiten: PT Bakrie & Brothers Tbk.
Kode saham: BNBR
Total utang: Rp 6,39 triliun (2015), turun 8,58% dari R6,99 triliun (2014).
Harga saham: Rp 50 per lembar.

2. Emiten: PT Bumi Resources Minerals Tbk.
Kode saham: BRMS
Total utang: Rp 9,61 triliun (2015), naik 39,88% dari Rp 6,87 triliun (2014).
Harga saham: Rp 50 per lembar

3. Emiten: PT Bakrie Telecom Tbk.
Kode saham: BTEL
Total utang: Rp 5,57 triliun (2015), naik 17,76% dari Rp 4,73 triliun (2014).
Harga saham: Rp 50 per lembar

4. Emiten: PT Bumi Resources Tbk.
Kode saham: BUMI
Total utang: Rp 62,2 triliun (2015), naik 21,37% dari Rp 51,25 triliun (2014).
Harga saham: Rp 50 per lembar

5. Emiten: PT Darma Henwa Tbk.
Kode saham: DEWA
Total utang: Rp 0,73 triliun (2015), turun 25,51% dari Rp 0,98 triliun (2014).
Harga saham: Rp 50 per lembar

6. Emiten: PT Bakrieland Development Tbk.
Kode saham: ELTY
Total utang: Rp 4,9 triliun (2015), naik 17,51% dari Rp 4,17 triliun (2014).
Harga saham: Rp 50 per lembar

7. Emiten: PT Energi Mega Persada Tbk.
Kode saham: ENRG
Total utang: Rp 6,19 triliun (2015), turun 2,98% dari Rp 6,38 triliun (2014).
Harga saham: Rp 50 per lembar

8. Emiten: PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk.
Kode saham: UNSP
Total utang: Rp 10,54 triliun (2015), naik 2,13% dari Rp 10,32 triliun (2014).
Harga saham: Rp 50 per lembar

9. Emiten: PT Capitalinc Investment Tbk.
Kode saham: MTFN
Total utang: Rp 470 milliar (2015), turun 346% dari Rp 1,629 triliun (2014).
Harga saham: Rp 50 per lembar

BUMI, Saham Andalan Grup Bakrie

BUMI sebenarnya merupakan salah satu anak usaha dari saham BNBR yang merupakan induk kelompok grup Bakrie.

BNBR terpaksa melepas seluruh portofolionya di BUMI lantaran sedang dililit utang gadai saham dengan jumlah pokok sebesar Rp 11,51 triliun dan bunga pinjaman sekitar Rp 1,22 triliun. Totalnya sekitar Rp 12,73 triliun.

Untuk membayar utang tersebut, grup Bakrie pun melakukan kontrak kerja sama dengan Vallar Plc dengan cara menjual saham BUMI. Diharapkan dengan melepaskan sebagian kepemilikannya terhadap saham BUMI, dapat memperbaiki harga saham BUMI dan membantu kinerja saham-saham Bakrie lainnya.

Namun, bukannya membaik, saham BUMI justru terus tergerus akibat keinginan Vallar Plc untuk menguasai seluruh saham BUMI.

Awalnya, Nathaniel Rothschild selaku pemilik Vallar Plc membuat perjanjian jual beli saham dengan BNBR. Dalam transaksi tukar saham ini, Grup Bakrie melepaskan 5,2 miliar (25%) saham BUMI di harga Rp 2.500 per saham, senilai Rp 13 triliun kepada Vallar Plc.

Selanjutnya, Vallar melepas 90,1 juta saham baru seharga GBP 10 per saham kepada Bakrie. Dengan demikian, Bakrie menguasai 43% saham Vallar Plc, sedangkan Vallar Plc memiliki 25% saham BUMI.

Harga saham Bumi Plc di London Stock Exchange terus tergerus. Kondisi itu dimanfaatkan Nat untuk menguasai Bumi Plc. Itulah yang menjadi alasan Kelompok Bakrie untuk keluar dari kubu Nathaniel Rothschild, dan menjadikan BUMI sebagai titik tolak kebangkitan mereka berkat tingginya prospek yang dimiliki saham tersebut.

Keluarnya BUMI Dari Saham "Gocap"

Berakhirnya masa stagnan BUMI diawali pada 13 Juni 2016 lalu, yang didukung oleh adanya rencana BUMI untuk melunasi utang-utangnya dengan cara rekonstrukturisasi utang.

Sentimen itu membuat saham BUMI langsung melonjak dari Rp 50 hingga Rp 67 dan berlanjut hingga 3 hari, yang membuat saham BUMI sempat menyentuh level Rp 90 namun akhirnya masuk dalam daftar unusual market activity (UMA) dan kembali melemah akibat pergerakannya yang tidak wajar.

Setelah disuspensi beberapa waktu, kembali terdengar isu bahwa BUMI akan melakukan konversi utang menjadi saham. Mendengar hal itu, para investor langsung berlomba membeli BUMI, yang mengakibatkan saham BUMI beberapa kali harus disuspen hingga akhirnya menguat lebih dari 1.000% di level Rp 500.

Tidak ada penjelasan logis mengenai penguatan besar-besaran dari saham BUMI ini. Kenaikannya diperkirakan akibat dari sentimen serta aksi pelaku pasar yang melihat kenaikan BUMI yang signifikan.

Saham Bakrie Lainnya

BRMS, yang merupakan anak "kandung" dari BUMI merupakan saham yang pertama kali ikut bergerak seiring kenaikan BUMI. Sebelumnya, BRMS sendiri sempat naik hingga 21,57% ke level Rp 62 akibat isu pembelian asetnya yang akan dilakukan MEDC.

Namun isu itu tidak bertahan lama, dan akhirnya BRMS kembali stagnan. Akibat dari konversi saham yang dilakukan BUMI pada 19 Oktober 2016 lalu, akhirnya BRMS pun keluar dari julukannya sebagai saham gocap dan langsung meloncat ke level Rp 63.

Seperti saham-saham BUMI lainnya, ENRG, ELTY, DEWA dan UNSP sempat terjebak di level Rp 50, akibat utang yang menumpuk, sehingga likuiditasnya tidak cukup menutupi beban itu.

Menyusul pergerakan BUMI dan BRMS, saham-saham terafiliasi BUMI lainnya pun juga ikut bergerak yang rata–rata terjadi pada awal 2017 ini, menyusul perbaikan ekonomi serta kenaikan harga komoditas

Saham Zombie

Nah, dari penjelasan tadi, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa setiap saham pasti memilki siklus naik dan siklus turun.

Hal itu terbukti dari saham BUMI yang sempat menyentuh level Rp 8000, dan akhirnya terjun bebas hingga ke level Rp 50. Jika siklus ini memang benar adanya, maka ada kemungkinan bahwa saham BUMI yang saat ini berada di level Rp 470 akan kembali terbang mencapai level puncaknya di level Rp 8000.

Untuk sahamnya sendiri, saya menyebut saham-saham yang bangkit dari level terendah Rp 50 ini sebagai saham "zombie". Kenapa zombie? Karena seperti zombie, saham-saham ini telah tertidur sekian lama hingga akhirnya merangkak naik dari kuburnya.

Saham ini juga memiliki ciri volatilitas yang sangat tinggi pada masa-masa awal kebangkitannya. Saya sendiri sempat profit taking ketika DEWA pertama kali naik permukaan.

Pada saat itu, saya sudah profit 20% dan langsung saya jual saat itu juga. Kenapa jual? Karena ketika bangun pertama kali, saham-saham ini akan melonjak dengan sangat cepat. Akan tetapi secepat lonjakannya, saham ini pun juga bisa kembali terkubur secepat bangkitnya.

Hal ini terbukti, setelah saya taking profit sekitar 20%, DEWA sempat menguat hingga 30% namun akhirnya kembali lagi ke bawah.

Tips Menghadapi Saham "Zombie"

Saham zombie ini, juga bisa kita sebut sebagai saham yang volatile. Apa maksudnya? Maksudnya ialah saham yang memiliki kemungkinan untuk naik maupun turun dalam range yang sangat besar (volatile).

Jadi, dengan trading di saham volatile ini, Anda bisa mendapatkan keuntungan yang besar sekaligus kerugian yang besar pula.

Bagaimana cara menghadapinya? Seperti halnya setiap permasalahan, pasti ada solusi untuk menghadapi hal tersebut. Berikut beberapa tips untuk menghadapi saham-saham volatile seperti saham Bakrie:

1. Persiapkan Key Action Strategy
Trading pada saham yang volatile, artinya kita harus bersiap dengan pembatasan risiko.

2. Ruang Proteksi Yang Besar
Saat trading saham-saham volatile, biasanya para trader akan langsung merasa "panas", melihat pergerakan harga yang begitu cepat. Hal ini biasanya membuat mereka lupa diri sehingga mengejar harga yang sudah naik signifikan. Hal tersebut merupakan kesalahan besar, terutama jika Anda masih belum memahami analisis grafik.

3. Jangan Gunakan Margin
Seringkali orang-orang tergiur dengan pergerakan saham zombie yang sangat cepat sehingga tanpa pikir panjang langsung memanfaatkan fasilitas utang (margin). Hal ini memang dapat mendongkrak profit, akan tetapi juga bisa mendongkrak kerugian.

Hal ini harus Anda hindari, karena selain dibebankan oleh bunga, fasilitas ini juga memaksa Anda untuk cutloss apabila telah menurun hingga level tertentu.

4. Bersabar Dan Bersyukur
Trading saham sangat menguji kesabaran dan kondisi emosional diri kita. Selalu bersyukur atas profit ataupun cutloss yang Anda lakukan, karena siapa yang tahu. Mungkin jika Anda tidak melakukan take profit atau cutloss, saham tersebut malah terjatuh lebih dalam.

Salam profit! (ang/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads