OJK Terbitkan 3 Aturan Baru untuk Cegah Krisis

OJK Terbitkan 3 Aturan Baru untuk Cegah Krisis

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Rabu, 05 Apr 2017 16:45 WIB
OJK Terbitkan 3 Aturan Baru untuk Cegah Krisis
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Dalam rangka menindaklanjuti Undang-undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan tiga aturan baru untuk perbankan.

Ketiga peraturan tersebut di antaranya tentang penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank umum, tentang syarat dan mekanisme pendirian bank perantara, dan tentang rencana aksi bagi bank sistemik.

Pertama, peraturan OJK (POJK) Nomor 14/03/2017 tentang penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank umum memuat aturan mengenai penanganan permasalahan bank, baik bank sistemik maupun non sistemik. Dalam aturan ini diatur mengenai status pengawasan bank, yang nantinya akan terdiri dari 3 tahap, yakni pengawasan normal, pengawasan intensif, dan pengawasan khusus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Haddad menuturkan aturan ini sebelumnya sudah ada pada Bank Indonesia (BI). Di mana ada klasifikasi perbankan dari kategori sakit hingga sehat. Aturan baru ini menyempurnakan aturan sebelumnya.

"Nah sekarang penetapannya dalam konteks PPKSK disempurnakan, bagaimana menangani jika terjadi suatu pemburukan, proses pengawasannya bagaimana dan lain-lain," kata Muliaman dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Rabu (5/4/2017).

Kedua, aturan mengenai prosedur pendirian bank perantara, mulai dari proses pendirian, operasional, dan pengakhiran bank perantara yang tertera dalam POJK Nomor 15/03/2017. Hal ini perlu diatur karena keberadaan bank perantara sebagai penyelamat bank bermasalah harus mempunyai kualitas yang baik.

"Ini perlu karena salah satu upaya yang dilakukan LPS dalam menyelamatkan bank adalah membuat bank perantara, yang akan mengambil alih sebagian atau semua aset bank yang disehatkan. Karena dia bank, maka persyaratannya harus diatur. Dalam rangka program penyehatan, perlu ada aturan-aturan khusus bagaimana modalnya dan sebagainya," ungkap Muliaman.

Ketiga adalah POJK Nomor 15/03/2017 mengenai kewajiban bagi bank sistemik memiliki rencana aksi atau recovery plan . Hal ini perlu dilakukan oleh bank sistemik sebagai upaya dalam mencegah dan mengatasi permasalahan keuangan yang mungkin terjadi di kemudian hari.

"Jadi bank diminta mempersiapkan diri dan membuat program recovery-nya. Jika bank mengalami kekurangan, apakah modal, likuiditas, setiap bank diminta untuk membuat recovery plan-nya. Dan OJK membuat guideline bagaimana cara membuatnya termasuk batas-batas kapan peraturan ini berlaku," jelasnya.

"Recovery plan ini istilahnya mengobati diri sendiri, sehingga penyelesaiannya dari dalam, bukan dari luar lagi. Jadi jika terjadi sesuatu kepada bank sistemik, tidak ada lagi istilah bail out atau pakai dana masyarakat, tapi bail in," tukas Muliaman. (mkj/mkj)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads