Demi Keamanan, OJK dan UU JPSK Harus Segera Ada

Demi Keamanan, OJK dan UU JPSK Harus Segera Ada

Ramdhania El Hida, Angga Aliya ZRF - detikFinance
Selasa, 22 Jun 2010 07:33 WIB
Demi Keamanan, OJK dan UU JPSK Harus Segera Ada
Jakarta - Pemerintah ingin segera membentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan memiliki Undang-Undang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) untuk mengantisipasi seandainya krisis keuangan global kembali mengganas. Kehadiran OJK dan UU JPSK diharapkan bisa membantu mengamankan sistem keuangan RI.

Demikian hal itu diungkapkan Menko Perekonomian Hatta Rajasa di kantornya, Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (21/6/2010) malam.

"Diharapkan kita bisa segera membahas OJK. Kemudian kita juga harus segera merampungkan JPSK karena itu protokol pengamanan sistem keuangan," tambahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, pemerintah akan segera mengajukan UU JPSK ke DPR. Namun mengingat proses di DPR yang lama, pemerintah kemungkinan akan mengajukan lagi Perppu JPSK lagi.

"Rancangan UU JPSK masuk. Kalau ada apa-apa, kita harus ajukan perppu. Yang penting kita sudah mengajukan perencanaan. Terima atau tidak itu kan proses lebih lanjut," ujarnya.

Sebelumnya, kesepakatan dalam perppu JPSK telah dilakukan pada tahun 2004 dan hanya berlaku sekali. Namun, pada kesepakatan yang diajukannya kelak, Agus Marto menyatakan adanya pembagian tugas yang jelas sebagai protokol dalam mengendalikan krisis termasuk early warning signal.

"MoU itu kan siapa melakukan apa, dan itu antara BI, Menkeu, LPS sudah paham apa yang harus dilakukan. Karena kita selalu mengawasi pasar modal, perbankan, asuransi, dan multifinance dan utang luar negeri," ujarnya.

Sejauh ini, lanjut Agus Marto, kesepakatan tersebut sudah ditentukan rambu-rambunya walaupun dia masih enggan menyebutkan apakah ada perbedaan antara kesepakatan terdahulu dengan kesepakatan yang akan diajukannya tersebut.

"Belum kita teken, tapi sudah disepakati rambu-rambunya," kilahnya ketika ditanya mengenai perbedaan mendasar kesepakatan baru dengan yang terdahulu.

Hatta menambahkan, untuk dampak krisis di Eropa, sejauh ini belum banyak berpengaruh ke Indonesia, Namun pemerintah akan melakukan berbagai antisipasi untuk menghadapi dampaknya jika meluas.

"Kita tidak ingin ekspor kita ke Eropa terganggu, itu kan cukup besar juga, sekitar 13% dari total ekspor. Sejauh ini memang tidak ada gangguan berarti, tapi ketika Eropa terganggu lagi kita tidak ingin. Makanya kita mewaspadai," ujarnya.

Ia mengatakan, langkah antisipasi jangka pendek yang bisa dilakukan pemerintah adalah segera membentuk OJK dan mengesahkan JPSK. Sehingga, jika krisis Eropa nantinya menyebar, maka Indonesia sudah punya instrumen untuk menahannya.

Selain dua hal tadi, pemerintah juga telah melakukan langkah-langkah antisipasi, seperti yang dilakukan Bank Indonesia (BI) beberapa waktu lalu membuat beberapa kebijakan baru dalam rangka menyambut krisis di Eropa.

"Selain itu, kita prudent dalam menjaga ekonomi makro kita. Pengelolaan fiskal juga kita jaga, defisit anggaran harus dijaga betul. Sasaran dari program pembangunan kita harus tepat betul," ujarnya.

Secara jangka panjang, menurut Hatta, Indonesia perlu terus memperkuat struktur industri sehingga memperkuat daya tahan ekonomi secara keseluruhan. Inflasi harus dijaga tetap rendah tetap dengan mempertahankan daya beli masyarakat yang tinggi.

"Kita juga harus memperluas pasar domestik dengan terus memperkuat perdagangan dalam negeri. Jadi itu bagian dari strategi untuk daya tahan. Intinya, daya tahan ekonomi sehingga kalau ada gangguan ekspor, kita tidak terlalu terpukul," ucapnya.



(qom/qom)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads