Boediono dan Darmin Mengenang 'Gunting Sjafruddin'

Boediono dan Darmin Mengenang 'Gunting Sjafruddin'

- detikFinance
Senin, 28 Feb 2011 22:38 WIB
Jakarta - Wakil Presiden Boediono dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution mengenang mantan Gubernur BI pertama Sjafruddin Prawiranegara. Kebijakan 'Gunting Sjafruddin' jadi salah satu sejarah dalam perekonomian Indonesia.

Boediono mengatakan, dirinya ikut merasakan kebijakan ekonomi yang dijalankan Sjafruddin tersebut. Di tengah situasi ekonomi dengan inflasi tinggi akibat banyaknya uang beredar, kebijakan Sjafruddin dinilai cukup berani.

"Gunting Sjafruddin. Banyak sekali cerita di balik itu. Baik setuju atau tidak. Saya sebagai ekonom, merasakan situasi saat itu memerlukan gunting, jumlah uang beredar begitu banyak, harga meningkat, uang beredar macam-macam bukan suatu sistem yang normal bisa berjalan kehidupan sehari-hari," tutur Boediono dalam acara Mengenang Satu Abad Sjafruddin Prawiranegara di Gedung BI, Jalan Thamrin, Jakarta, Senin (28/2/2011).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gunting Sjafruddin adalah kebijakan moneter yang ditetapkan Syafruddin pada 10 Maret 1950.

Menurut kebijakan itu, 'uang merah' (uang NICA) dan uang De Javasche Bank dari pecahan Rp 5 ke atas digunting menjadi dua. Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula sampai tanggal 9 Agustus pukul 18.00.

Mulai 22 Maret sampai 16 April, bagian kiri itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan tempat-tempat yang telah ditunjuk. Lebih dari tanggal tersebut, maka bagian kiri itu tidak berlaku lagi.

Guntingan kanan dinyatakan tidak berlaku, tetapi dapat ditukar dengan obligasi negara sebesar setengah dari nilai semula, dan akan dibayar empat puluh tahun kemudian dengan bunga 3% setahun. 'Gunting Sjafruddin' itu juga berlaku bagi simpanan di bank. Pecahan Rp 2,50 ke bawah tidak mengalami pengguntingan, demikian pula uang ORI (Oeang Republik Indonesia).

Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi Indonesia yang saat itu sedang terpuruk utang menumpuk, inflasi tinggi, dan harga melambung.

Lewat kebijakan yang kontroversial itu, Sjafruddin bermaksud sekali pukul menembak beberapa sasaran antara lain penggantian mata uang yang bermacam-macam dengan mata uang baru, mengurangi jumlah uang yang beredar untuk menekan inflasi dan dengan demikian menurunkan harga barang, dan mengisi kas pemerintah dengan pinjaman wajib yang besarnya diperkirakan akan mencapai Rp 1,5 miliar.

Di tempat yang sama, Darmin mengatakan sosok Sjafruddin tidak bisa dipisahkan sejarah perkembangan perekonomian.

"Ada 2 sejarah besar yang melibatkan peran penting. Satu penerbitan mata uang. Yaitu ORI 30 oktober 1946, kemudian Menkeu Wamenkeu ada pembuatan mata uang ORI jadi alat pembayaran sah dan kedaulatan negara sebagai bangsa merdeka," kata Darmin.

Namun mirisnya, ujar Darmin, konon Sjafruddin harus mengambil pinjaman untuk menghidupi 8 anaknya karena nilai gaji jadi setengah. Pinjaman tersebut baru lunas beberapa tahun kemudian.

"Dalam memperingati Sjafruddin ada layaknya ucapkan terima kasih kepada bangsa dan negara indonesia. BI mengabadikan salah satu menara kembar sebagai gedung Sjafruddin," kata Darmin.

(dnl/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads