"Tingkat premi yang disamakan 0,01% dari Dana Pihak Ketiga (DPK) itu lebih baik diganti. Bagaimana tingkat premi sebuah bank disamakan dengan risiko masing-masing bank peserta penjaminan. Secara umum premi yang dibayarkan akan lebih rasional dan lebih bagus mengingat diukur dari potensi kegagalan bank," ujar Agus dalam Seminar ISEI dengan tema 'Nilai Simpanan yang Dijamin LPS: Sudah Saatnya Ditinjau?' di Hotel Nikko, Bundaran HI, Jakarta, Rabu (2/3/2011).
Agus mengungkapkan, premi yang dibayarkan ke LPS oleh bank nantinya berbeda-beda tergantung dari tingkat kesehatan dan risiko yang dimilikinya. Menurut Agus, semakin baik dan tingkat risiko rendah maka semakin murah bank membayarkan preminya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti di Amerika, walaupun baru diterapkan sebenarnya di Indonesia juga bisa diterapkan seperti ini, namun butuh waktu," terangnya.
Dikatakan Muliaman, dengan pembayaran premi yang dikatikan dengan risiko bank pula LPS tidak akan menanggung biaya terlalu besar untuk bank yang mempunyai risiko yang tinggi.
Kepala LPS Firdaus Djaelani juga sependapat, dimana nantinya setiap bank akan dilakukan rating dan perhitungan risiko untuk melihat berapa besar premi yang harus dibayarkan. Firdaus optimistis skema seperti ini bisa diterapkan di perbankan Indonesia.
"Tetapi nantinya tidak akan diumumkan kepada publik berapa besaran dari premi yang dibayarkan bank. Karena nanti masyarakat salah persepsi dimana semakin besar bank membayar ya semakin jelek banknya padahal tidak begitu," kata Firdaus.
(dru/ang)











































