Advokat yang juga staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Maqdir Ismail mengungkapkan di negara lain salah satunya Australia pedoman dan skema penagihan utang sangat tegas.
"Di Australia, menggunakan kekuatan fisik, pelecehan yang tidak semestinya dan atau paksaan agar yang berutang melakukan pembayaran atas barang atau jasa dilarang oleh Pasal 60 Trade Practices Act dan pasal 12 DJ ASIC Act (Australian Securities and Investments Commission)," ujar Maqdir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dijelaskan Maqdir, dalam aturan tersebut perilaku yang tidak dapat diterima meliputi beberapa contoh. Misalkan, menghubungi debitur atau pihak ketiga pada jam yang tidak masuk akal.
"Seperti pada akhir pekan, pada hari libur umum atau larut malam atau pagi-pagi," jelasnya.
Contoh lain yang seharusnya tidak perlu dilakukan debt collector yakni kontak berlebihan dengan debitur misalkan 3 kali seminggu. Kemudian mengunjungi debitur di tempat kerja karena berpotensi dipermalukan atau sebagai ancaman untuk mempermalukan debitur di tempat kerja.
"Mengejar seseorang ketika tidak ada alasan yang layak untuk percaya bahwa orang tersebut bertanggung jawab," jelasnya.
"Debt collector di sana juga tidak boleh berusaha untuk mempermalukan atau menakut-nakuti, seperti kasar, ofensif, cabul atau bahasa diskriminatif," imbuh Maqdir.
Sedangkan di Indonesia, Maqdir mengatakan larangan debt collector dan aturan belum memadai seperti di Australia. Bahkan tidak ada aturan tegasnya.
"Sehingga tidak mengherankan kalau kegiatan pada debt collector bisa merajalela," tuturnya.
Sebenarnya, Maqdir menambahkan bahwa maraknya debt collector terutama disebabkan oleh tidak berjalannya penegakan hukum dalam penagihan utang terutama utang yang tidak mempunyai jaminan seperti akibat tunggakan berlebihan di kartu kredit.
Jika melalu pengadilan, Maqdir mengatakan dibutuhkan waktu sampai 2 tahun. Termasuk proses di pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung.
"Pada dasarnya kita tidak memerlukan debt collector kalau semua warga taat hukum. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menghentikan kasus ini adalah membentuk badan yang dapat mengadili sengketa nasabah dan bank secara cepa, adil dan murah," imbuhnya.
(dru/dnl)