PT Taspen (Persero) menilai rencana penggabungan empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) asuransi menjadi dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sulit dilakukan.
Akan ada beberapa kerugian jika merger tersebut terlaksana, terutama dialami oleh para peserta Taspen dan BUMN asuransi lainnya.
Seperti dikutip dari keterangan tertulis Taspen, Senin (20/6/2011), transformasi program dan peserta tidak dapat dilakukan karena memiliki karakteristik yang berbeda dengan amanat UU No. 40 tahun 2004 soal perlindungan dasar bagi seluruh penduduk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, beberapa hak yang bisa hilang itu antara lain, Asuransi kematian bagi peserta, istri atau suami dan anak peserta. Selain itu, risiko kematian menjadi hilang dan pejabat negara tidak memperoleh hak pensiun dan tunjangan hari tua.
"Transformasi aset dan kelembagaan meskipun dapat dilakukan tetapi tidak mudah," tambahnya.
Pasalnya, selama ini aset yang dikelola Taspen terdiri dari 2 kelompok, yaitu kelompok aset peserta yang dicatat secara terpisah dalam mebentuk dana Amanah (KMPMD) dan aset korporasi. Untuk mentransformasikan aset peserta (KMPMD) membutuhkan persetujuan dari peserta sedangkan aset korporasi membutuhkan persetujuan RUPS.
Ia menambahkan, transformasi kelembagaan berdasarkan UU No 19 tahun 2003 dan UU No. 40 tahun 2007 membutuhkan proses yang panjang. Salah satunya adalah perusahaan harus mengumumkan rencana likuidasi dan melaksanakannya sebelum peleburan.
"Jika ternyata ada beberapa atau salah satu kreditur menolak likuidasi maka proses likuidasi tidak dapat dilaksanakan," ungkapnya.
Pemerintah dan Komisi IX DPR sebelumnya sepakat melebur 4 BUMN asuransi menjadi dua BPJS. Hal itu disepakati dalam Rapat Panja BPJS 10 dan 11 Juni 2011 lalu. (ang/qom)











































