Demikian diungkapkan oleh Deputi Gubernur BI Hartadi Sarwono usai menghadiri Rapat Koordinasi Wilayah Tim Pengendalian Inflasi Jawa Barat-Banten-Jakarta di Hotel Santika, Bogor, Jawa Barat, Kamis (14/7/2011).
"Saya tidak bisa kasih info lebih banyak soal shadow banking khususnya isu-isu yang ada di G-20 karena belum final. Tapi memang kepada kita tidak usah terlalu khawatir soal shadow banking," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah, operasional perbankan yang dilakukan di luar bank untuk kita tidak terlalu mengkhawatirkan dibandingkan dengan luar negeri. Kalau kita bicara Lehman Brother itu lembaga keuangan di luar bank, kalau bicara seperti itu di luar negeri memang sudah sangat perlu dilakukan regulasi dengan ketat dan dimonitor," imbuh Deputi Bidang Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Ini.
Menurut Hartadi, di Indonesia hal-hal seperti itu terlau jauh. Namun, secara keseluruhan BI menyambut baik adanya regulasi yang lebih ketat.
"Sehingga kalau ada krisis atau apapun dampaknya terhadap perekonomian domestik itu bisa kita atasi lebih awal dan kita mitigasi dengan baik," tambahnya.
Lebih jauh, Hartadi mengatakan nantinya akan dikeluarkan ketentuan di G-20 mengenai financial regulation dimana bisa di adopsi oleh masing-masing negara anggota. Tetapi disesuaikan bagaimana masing-masing negara dengan lembaga keuangannya.
"Soal shadow banking semua masih dibicarakan dan belum finalisasi," tuturnya.
Wacana pengaturan shadow banking muncul setelah kolapsnya Lehman Brother. Di tingkat negara maju, shadow banking telah berpengaruh besar karena mengakibatkan krisis keuangan yang terjadi tahun 2008 sehingga G-20 menilai perlu dibuat regulasi khusus.
(dru/ang)











































