Salah satu masalah penting yang dihadapi industri perbankan di dunia saat ini adalah banyaknya data. Kebanjiran data yang banyak ini akan semakin meningkat dari tahun ke tahun dan menjadi 'data raksasa'.
Perbankan di banyak dunia tak lagi bisa mengatur data-data tersebut dengan sendirinya karena jumlahnya yang semakin masif. Data-data tersebut mulai dari akun nasabah, transaksi harian, pembayaran online dan sumber-sumber data baru lainnya.
Salah satu bank besar di dunia, Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), yang memiliki 220 juta nasabah serta 600 akun ini memproses sekitar 200 juta transaksi harian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perbankan butuh bantuan dalam mengatur data-data tersebut supaya bisa memberikan keputusan bisnis yang tepat, membangun hubungan nasabah yang lebih baik serta meningkatkan manajemen risiko.
Selain ICDC, bank yang juga berasal dari negeri tirai bambu, China Guangfa Bank sudah melakukan analisis bisnis terhadap data yang besar tersebut untuk mencari pengambilan keputusan bisnis yang lebih baik memakai perangkat lunak SAS.
Bank yang pertama kali mengeluarkan kartu kredit di China itu sedang mempersiapkan initial public offering (IPO) atau penawaran umum saham perdana di bursa Hong Kong akhir tahun ini. Bank tersebut harus mampu mengatur risiko kredit atas portofolio kreditnya yang mencapai 12 juta kartu.
"Analitik menjadi sangat penting bagi kami untuk membantu pengaturan data konsumer, operasi, risiko kredit dan lainnya," kata CRO China Guangfa Bank Yachen Lin di tempat yang sama.
Selain bank, beberapa perusahaan yang menghadapi banyaknya data adalah KDDI yaitu perusahaan telekomunikasi terbesar kedua Jepang, The Malaysia Building Society Berhard dan The Securities and Exchange Board of India.
(ang/dru)











































