Demikian diungkapkan oleh Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia (BI) Wimboh Santoso dalam perbincangannya kepada wartawan di Kantor Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Senin malam (7/11/2011).
"Suku bunga kredit perbankan kita masih tertinggi di ASEAN. Ketika yang dibandingkan adalah inflasi yang rendah di negara kawasan ASEAN lain, namun BI berpandangan inflasi kita terus turun harusnya suku bunga juga turun. Ini menjadi cita-cita BI untuk menurunkan suku bunga kredit bank agar sektor riil dan masyarakat bisa diuntungkan," ungkap Wimboh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Wimboh, jarak alias range suku bunga acuan (BI Rate) dengan suku bunga kredit itu cukup tinggi. Idealnya, Wimboh mengatakan range antara suku bunga acuan BI dengan suku bunga kredit itu harusnya 3% atau 300 bps.
"Jika saat ini BI Rate di 6,5% maka suku bunga kredit harusnya di posisi 9,5% selisih 300 bps atau 3%. Namun saat ini mencapai 5% lebih," tambah Wimboh.
Wimboh mengatakan dengan aturan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) yang dirilis dalam sebuah aturan diharapkan kedepan suku bunga kredit bisa turun. Wimboh mengatakan bank sentral berupaya bagaimana industri perbankan RI bisa memberikan kontribusi dalam perekonomian dengan memberikan bunga rendah kepada masyarakat.
"Overall, effort kita agar industri perbankan itu bisa memberikan sumbangannya kepada industri-industri dan sektor riil serta intinya yang meminta kredit bisa menikmati suku bunga yang lebih murah. Itu sasarn kedepan," paparnya.
Dengan memberikan suku bunga tinggi ini maka margin bunga bersih alias Net Interest Margin (NIM) perbankan RI cukup menggairahkan. Bank mampu meraup laba yang cukup besar melalui tingginya suku bunga kredit yang ditawarkan.
Alhasil investor asing-pun beramai-ramai mengupayakan bisa 'ikutan' untung dengan mengakusisi bank. Ditengah inflasi yang cukup terkendali, serta BI Rate yang rendah, suku bunga kredit perbankan harusnya bisa turun.
(dru/qom)











































