OJK Didesak Selesaikan Bisnis Yusuf Mansur yang Masih Ilegal

OJK Didesak Selesaikan Bisnis Yusuf Mansur yang Masih Ilegal

- detikFinance
Kamis, 26 Sep 2013 11:47 WIB
Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ikut menyoroti kasus investasi Patungan Usaha (PU) yang dikelola ustadz kondang Yusuf Mansur. Dari beberapa bisnisnya yang sudah legal, pembangunan hotel dan apartemen oleh Yusuf masih belum jelas status pengumpulan dananya.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Aziz berpendapat, kasus tersebut harus segera diselesaikan agar tidak mengganggu polemik investasi di masyarakat. Harry meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertindak tegas atas kasus ini.

"OJK saya minta tegas jadi tidak ada lagi alasan menunggu. Walaupun tokoh agama, ini negara hukum jadi harus tetap diusut," kata Harry kepada detikFinance di Jakarta, seperti dikutip Kamis (26/9/2013).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Harry, OJK selaku otoritas yang menangani investasi harus pro aktif menanggapi kasus-kasus seperti ini. Jangan sampai, penipuan berkedok investasi kembali terjadi.

"OJK harus pro aktif nggak bisa bilang menunggu. Percuma kita tunjuk OJK kalau begini. Jangan sampai nanti kasusnya seperti Antaboga, BI lepas tangan, Bapepam-LK lepas tangan," ujarnya.

Harry mengatakan, untuk meningkatkan pelayanan, OJK harus bisa bertindak preventif, perlu dibentuk badan intelijen investasi sehingga bisa mendeteksi adanya tanda-tanda penyelewengan yang dilakukan perusahaan tertentu atau perorangan. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya investasi bodong di Indonesia.

"Saya usulkan ada unit intelijen investasi di OJK. Jadi nanti dia kerja sama dengan polisi, kalau mencium gejala investasi bodong, tangkap saja jadi jangan kejadian dulu baru tindakan. Ini kan di UU Perbankan juga ada, siapa pun yang mengumpulkan dana masyarakat tanpa ada izin dan berbadan hukum, bisa dipenjara dan denda," terangnya.

Menurut catatan Harry, dari jumlah sedikitnya Rp 35 miliar dana yang dikumpulkan Ustadz Yusuf Mansur, sebesar Rp 5 miliar memang ditujukan untuk sedekah dan ini tidak menjadi wewenang dari OJK.

Sementara untuk yayasan dan koperasi masing-masing sebesar Rp 10 miliar juga telah dilegalkan oleh Kementerian Koperasi. Yang jadi masalah adalah sisa dana yang Rp 10 miliar yang tidak jelas tujuannya dikelola untuk apa dan atas izin siapa.

"Totalnya itu kan sekitar Rp 35 miliar, Rp 5 miliar sedekah itu bukan urusan OJK, nggak masuk, Rp 10 miliar itu untuk yayasan dan Rp 10 miliar untuk koperasi, sisanya Rp 10 miliar itu tidak jelas, OJK harus usut ini jangan hanya menunggu, pro aktiflah," kata Harry.

Sebelumnya, OJK meminta kepada pihak Ustadz Yusuf Mansur untuk segera memastikan jenis bisnis usaha yang saat ini tengah dikelolanya. Adapun, bisnis yang dimaksud adalah pembangunan hotel dan apartemen di kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta.

Deputi Manajemen Strategis I OJK Lucky F.A Hadibrata mengatakan, pihak OJK menjadwalkan 2 minggu sekali kepada pihak Ustadz Yusuf Mansur untuk melapor terkait bisnisnya itu.

"Setiap 2 minggu, mereka harus lapor dan menentukan bisnisnya itu akan seperti apa," kata Lucky beberapa waktu lalu.

Dia menjelaskan, dari beberapa bisnis Ustadz Yusuf Mansur saat ini, baru jenis koperasi yang mendapatkan izin resmi dari pihak Kementerian Koperasi dan UKM.

Namun, untuk bisnis lainnya seperti pengelolaan dana yang diinvestasikan ke pembangunan hotel dan apartemen, pihak Yusuf Mansur belum menjelaskannya secara pasti.

"Berdasarkan laporan pihak Ustadz Yusuf Mansur, ada 4 jenis usaha yang dia pos-poskan, ada Koperasi Daqu yang sudah dapat izin resmi Kemenkop, wakaf, yayasan, dan satu lagi soal hotel apartemen ini, kita minta mereka memastikan apakah mau jadi perusahaan investasi seperti Manajer Investasi (MI) atau masuk ke yang lain," kata Lucky.

(drk/ang)

Hide Ads