Mata Uang Koin Pernah Jadi Tren Beberapa Abad Lalu

Mengenal Sejarah Uang dan Bank

Mata Uang Koin Pernah Jadi Tren Beberapa Abad Lalu

- detikFinance
Rabu, 27 Nov 2013 10:34 WIB
Jakarta - Mata uang koin mendominasi alat tukar zaman kerajaan Hindu dan Islam di nusantara. Mata uang koin yang diedarkan saat itu adalah asli buatan lokal yang dicetak oleh kerajaan-kerajaan atau daerah-daerah tertentu di wilayah Indonesia.

Namun ada juga mata uang yang dimasukkan oleh orang-orang asing, baik pedagang maupun pemerintahan asing yang bertindak sebagai penjajah atau penguasa wilayah Nusantara, untuk dipakai sebagai alat tukar yang sah di wilayah Indonesia. Termasuk juga mata-uang yang dicetak di Jawa oleh orang-orang asing tersebut di atas, untuk diedarkan di wilayah Nusantara.

Dikutip dari Arsip Museum Bank Indonesia (BI), Selasa (26/11/2013), di zaman Kerajaan Mataram Syailendra, mata uang dicetak pertama kali sekitar tahun 850 sampai 860 Masehi, yaitu pada masa kerajaan Mataram Syailendra yang berpusat di Jawa Tengah. Koin-koin tersebut dicetak dalam dua jenis bahan emas dan perak, mempunyai berat yang sama, dan mempunyai beberapa nominal. Uang saat itu diberi nama Ma atau kepanjangan Masa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koin emas saat itu berbentuk kecil seperti kotak atau kancing baju. Koin dengan satuan terbesar (Masa) hanya berukuran 6 x 6/7 mm saja. Pada bagian depannya terdapat huruf Devanagari 'Ta'. Dibelakangnya terdapat incuse (lekukan kedalam) yang dibagi dalam dua bagian, masing-masing terdapat semacam bulatan. Dalam bahasa numismatik, pola ini dinamakan 'Sesame Seed'.

Sedangkan untuk berbahan perak, koin Masa mempunyai diameter antara 9-10 mm. Pada bagian muka dicetak huruf Devanagari 'Ma' (singkatan dari Masa), dan di bagian belakangnya terdapat incuse dengan pola 'Bunga Cendana'.

Pada jaman Daha dan Jenggala, uang-uang emas dan perak tetap dicetak dengan berat standar, walaupun mengalami proses perubahan bentuk dan desainnya. Koin emas yang semula berbentuk kotak berubah desain menjadi bundar, sedangkan koin peraknya mempunyai desain berbentuk cembung, dengan diameter antara 13-14 mm. Nilai tukar saat itu untuk 1 Masa perak berharga 400 buah Chien (koin China) dan pada akhir abad ke-9, dengan 4 Masa perak saja bisa membeli seekor kambing.

Namun pada zaman Kerajaan Majapahit ini dikenal koin-koin yang disebut Gobog. Bentuknya bulat dengan lubang tengah karena pengaruh dari koin cash dari Cina, ataupun koin-koin serupa yang berasal dari Cina atau Jepang. Di akhir masa kejayaan Majapahit, koin Gobog berubah fungsi dan hanya digunakan sebagai jimat.

Tidak banyak berubah saat era kerajaan Islam dimulai di abad ke 16. Mata uang koin tetap dominan dengan lapisan dasar emas, tembaga dan timah. Contohnya adalah mata uang emas dari Samudera Pasai untuk pertama kalinya dicetak oleh Sultan Muhammad yang berkuasa sekitar tahun 1297-1326.

Uang Dirham Pasai mempunyai diameter 10 – 11 mm, sedangkan yang setengah Mas berdiameter 6 mm. Pada hampir semua koinnya ditulis nama Sultan dengan gelar 'Malik az-Zahir' atau 'Malik at-Tahir'.

Namun berbeda dengan Kesultanan Sumenep di Pulau Madura tidak mencetak mata-uangnya sendiri. Mata uangnya diambil dari koin-koin asing (diluar Sumenep), dengan di beri 'Countermarked' (cetak tindih). Koin-koin yang digunakan adalah koin-koin Austria, Belanda, Java Rupee, Mexico (Real Bundar) dan (Real Batu/Cob), dll. Sedangkan cetak tindih yang dipakai, ada beberapa jenis seperti 'Bintang Madura', dengan tulisan Arab 'Sumenep', atau 'cap dengan lima kelopak daun'. Koin-koin dengan cetak tindih ini dibuat pada saat bertahtanya Sultan Paku Nata Ningrat (1811-1854) di Kesultanan Sumenep.

(wij/dru)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads