"Konstruksi properti di Kalimantan Timur itu masih memiliki risiko NPL relatif tinggi. Setidaknya dipengaruhi 3 faktor yaitu ketersediaan material, sumber daya manusia dan izin kegiatan konstruksi," kata Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Kaltim, Ameriza M Moesa, dalam Forum Diskusi Terbatas Perkembangan Ekonomi Regional Provinsi Kaltim 2013 dan Prospek Triwulan I 2014 di kantor Perwakilan BI Kaltim, Jl Gadjah Mada, Samarinda, Rabu (19/2/2014).
Ameriza menjelaskan, sektor konstruksi properti masih mengandalkan bahan material yang didatangkan dari pulau Jawa. Selain itu faktor sumber daya manusia, juga menyebabkan NPL perbankan di sektor properti masih berisiko relatif tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kalangan perbankan yang hadir turut dalam kesempatan itu menambahkan sarana infrastruktur juga menjadi alasan NPL sektor properti berisiko tinggi. Misalnya terkait pasokan energi listrik.
"Ada hotel berbintang di Samarinda sebagai bangunan tambahan dari pusat perbelanjaan, sudah selesai 2-3 bulan lalu. Tapi belum beroperasi karena listrik belum bisa memenuhi permintaan hotel itu. Itu juga mempengaruhi pengembalian kredit ke bank," kata salah seorang perwakilan Bank Kaltim, Aziz.
Namun DPD Real Estate Indonesia (REI) Kaltim dalam kesempatan itu juga mengakui bahwa perbankan tidak akan dengan mudah menyalurkan kredit terhadap pengembang properti.
"Peraturan kami, untuk perbankan anggota REI yang mengajukan kredit perbankan paling tidak memiliki lahan yang sudah dikuasainya dengan bukti sah kepemilikan lahan. Perbankan tidak akan mau menyalurkan kredit untuk membeli lahan dan hanya mau untuk konstruksi," kata Ketua DPD REI Kaltim, Susianto.
Dia juga menerangkan bahwa sulit mewujudkan rumah murah di Samarinda. Menurut REI, kenaikan harga rumah dipengaruhi banyak faktor yang umumnya tidak diketahui oleh masyarakat.
"Pasokan energi listrik yang terbatas, kami tetap berinvestasi semisal menyediakan tiang instalasi listrik tanpa PLN. Untuk air bersih, kami misalnya menyediakan reservoar dan PDAM menyediakan meteran dan jaringan pipa. Hal itu tidak banyak masyarakat mengetahuinya," ungkap Susianto.
"Misalnya saja lahan 1 hektar, paling tidak hanya 60 persen yang terbangun dan sisanya bangun fasum dan fasos. Jadi, dengan keterbatasan itu, rumah murah itu seperti apa," ujar Susianto.
(dru/dru)











































