Di tengah kontroversi penemu Bitcoin yang menyeruak, dunia baru-baru ini diguncang oleh ambruknya dua perusahaan penukaran Bitcoin. Setelah Mt. Gox dari Jepang, giliran Flexcoin, perusahaan asal Kanada, yang menyatakan berhenti beroperasi, pada akhir pekan lalu.
Sebagaimana Mt. Gox, Flexcoin juga menyalahkan ulah 'hantu' peretas komputer alias hacker atas kebangkrutan mereka. Flexcoin menyebutkan mereka telah mengalami kerugian sampai 440 ribu euro gara-gara ulah itu.
Flexcoin menyatakan telah terjadi serangan yang mengeksploitasi sebuah celah dalam kode transfer Bitcoin antar nasabah, sehingga membanjiri sistem dengan permintaan-permintaan simultan untuk memindahkan koin antar akun.
Flexcoin bilang, itu bukan serangan perdana. Selama ini sudah terjadi ribuan upaya serangan kepada mereka, tapi Flexcoin bilang masih bisa mengatasi. Sampai akhirnya terjadi serangan baru-baru ini yang kemudian membuat mereka menyerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oscar Darmawan, CEO Bitcoin Indonesia, menilai kebangkrutan Mt. Gox dan Flexcoin sebetulnya disambut positif kalangan Bitcoin. Dia menilai, kedua perusahaan adalah contoh yang membangun sistem secara setengah-setengah.
“Mt. Gox itu kan awalnya didirikan untuk berdagang kartu game, jadi celah di sistemnya banyak sekali,” kata Oscar kepada detikFinance hari ini, Senin (10/3). “Sementara belum pernah ada yang berhasil menyerang protokol Bitcoin, karena sangat aman, bahkan lebih aman dari kartu kredit.”
Oscar mengatakan, kedua perusahaan itu adalah ibarat toko emas di dunia nyata. Jadi kebangkrutan toko emas tak serta merta berarti bahwa Bitcoin ikut ambruk. Sebaliknya, menurutnya, pasca bangkrutnya dua perusahaan penukaran itu, Bitcoin justru makin perkasa.
Pada saat gonjang-ganjing Mt. Gox, nilai tukar Bitcoin memang sempat turun sampai menjadi Rp 5,9 juta per Bitcoin. Tapi pasca pengumuman kebangkrutan, nilai tukar Bitcoin justru naik terus sampai menjadi Rp 7 juta per Bitcoin pada hari ini.
Pengamat menilai, semua 'kegilaan' yang terjadi di sekitar Bitcoin bukan tentang Bitcoin itu sendiri, melainkan tentang manusianya. “Bitcoin-nya sendiri bekerja dengan sangat baik,” kata Matthew Green, seorang kriptografer di Universitas Johns Hopkins.
Green mengatakan pehobi maupun spekulator Bitcoin membangun generasi pertama sistem penyimpanan dan penukaran Bitcoin meski tak punya pengalaman yang diperlukan untuk menjalankan institusi keuangan.
“Seperti membangun pencakar langit dari kayu, itulah yang terjadi,” kata Green.
(DES/DES)











































