Juru Bicara KPPU Mohammad Reza mengungkapkan, penyelidikan tersebut saat ini sudah tahap pada penyampaian kepada sidang majelis.
"Kasus exclusive dealing atau perjanjian tertutup yang sedang ditangani sekarang adalah Bank BRI. Posisinya adalah sampai pada tahap sidang majelis. Tahap sidang majelis komisi adalah tahap setelah penyelidikan," ujar Reza saat dihubungi detikFinance di Jakarta, seperti dikutip Selasa (1/4/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam prosesnya, hasil penyelidikan menemukan adanya bukti yang cukup untuk dilakukan sidang majelis mengenai adanya dugaan pelanggaran Pasal 15 UU No. 5/1999 oleh BRI.
"Posisinya dalam tahap sidang majelis. Perjanjian tertutup diatur dalam Pasal 15 UU No. 5 tahun 1999. Tahap ini dilakukan dengan sidang terbuka," terang dia.
Lebih jauh dia menjelaskan, sebelumnya di tahun 2002, KPPU juga pernah melakukan penyelidikan pada kasus yang sama terhadap 2 bank BUMN, bahkan penyelidikan ini berlanjut hingga akhirnya bank tersebut diputus bersalah.
"Kami sudah pernah menangani kasus seperti ini, namanya exclusive dealing, perjanjian tertutup. Waktu itu ada 2 bank BUMN yaitu BNI dan sudah diputus bersalah kemudian BNI diminta untuk menghentikan perjanjian tertutup tersebut. Satu lagi bank Mandiri tapi tidak sampai diputus bersalah karena saat itu bank tersebut langsung melakukan peralihan dan perbaikan bisnis yang dituduhkan," jelasnya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencium adanya monopoli atau kartel dalam bisnis asuransi di Indonesia. Kecurigaan tersebut karena banyaknya perusahaan asuransi yang sulit memasarkan produk-produknya.
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Dumoly Pardede menjelaskan, saat ini kebanyakan perusahaan asuransi menjalin kerjasama dengan perusahaan tertentu seperti perbankan untuk memasarkan produknya.
Perbankan atau agen penjual asuransi ini ditunjuk hanya bisa menjual produk-produk perusahaan tertentu saja, sementara perusahaan asuransi lain tidak bisa ikut memasarkan produk-produknya di penjual agen asuransi tersebut.
"Kami sebagai OJK harus memastikan tidak ada bisnis semacam itu, kalau hanya business to business menyebakan industri lain nggak bisa masuk, itu nggak fair," ujar dia saat ditemui di acara HUT ke-34 Media Asuransi dengan Tema 'Ekspektasi Bank dan Multifinance Terhadap Asuransi,' di Hotel Le Meridien, Jakarta, belum lama ini.
Lebih jauh Dumoly menjelaskan, pihaknya meminta kepada seluruh perusahaan asuransi di Indonesia untuk terbuka dalam menjalin kerjasama dengan agen penjual asuransi.
"Pokoknya eksklusif deal itu tidak sehat. Ini membuat pasar keuangan berdampak tidak sehat. Banyak industri untuk sulit menjual produknya ke bancassurance, harusnya terbuka dikasih kesempatan yang lain," terang dia.
Untuk itu, pihaknya bakal berdiskusi dan mengatur terkait hal ini dengan para dewan komisioner di kalangan OJK. Hal ini untuk mengantisipasi melebarnya monopoli distribusi produk asuransi pada satu perusahaan tertentu.
"Posisi kita mengimbau, nanti kita lihat, kita lagi minta arahan dari dewan komisioner. Kami akan minta arahan. Banyak kan antara asuransi dan leasing tertentu, antara dapen tertentu dengan fund manager tertentu. Termasuk BUMN dengan BUMN. Ini akan diatur agar efisien," pungkasnya.
(drk/ang)











































