“Bagi-bagi uang menjelang pemilihan itu sudah wajar kok mas,” kata Joko, salah satu penukar uang yang merupakan salah satu tim sukses yang diminta salah seorang caleg untuk menukarkan uangnya, Senin (7/4/2014).
Menurut dia, masyarakat saat ini masih banyak yang berharap ada serangan fajar menjelang pemilihan. Dia juga mengatakan jika caleg tidak mungkin akan menukarkan sendiri uangnya karena takut ketahuan Panitia Pengawas Pemilihan Umum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Retno yang membawa uang sejumlah Rp 40 juta dalam pecahan Rp 100 ribu ini akan dipecah menjadi Rp 20 ribu sejumlah Rp 30 juta. Sementara sisanya sejumlah Rp 10 juta, akan dipecah dalam recehan Rp 10 ribu.
“Untuk persiapan pesta politik. Kamu tahulah,” kata Retno yang sambil malu-malu menjelaskan niatnya menukarkan uang.
Sementara menurut Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto, Rahmat Hernowo mengatakan, penukaran uang dalam beberapa bulan terakhir memang mengalami peningkatan. “Kami mencatat, ada orang-orang yang tidak pernah menukarkan uang di sini, sekarang terlihat menukarkan uang,” katanya.
Dia menjelaskan, pada Januari lalu, uang pecahan Rp 100 ribu yang dipecah ke jumlah yang lebih kecil mencapai Rp 119 miliar. Sedangkan uang Rp 50 ribu yang ditukarkan mencapai Rp 131 miliar. Jumlahnya meningkat pada Maret yang mencapai Rp 210 miliar untuk pecahan uang Rp 100 ribu dan Rp 227 miliar untuk penukaran uang pecahan Rp 50 ribu.
“Untuk tujuan apa penukaran itu, kami tidak tahu,” jelas dia yang tidak bisa menyimpulkan apakah uang tersebut akan digunakan untuk biaya politik atau yang lainnya.
Sedangkan menurut Deputi Kepala BI Purwokerto, Fadhil Nugroho menjelaskan, selain penukaran uang menjelang pemilu, ada perubahan lain dalam masyarakat Banyumas “Ternyata, mukena dan nangka muda menjadi salah satu penyumbang terbesar inflasi di Banyumas pada bulan Februari,” jelasnya.
Padahal, biasanya mukena banyak dibeli saat menjelang hari raya maupun puasa. Sementara pada bulan Maret, penyumbang inflasi terbesar bukan datang dari kelompok komiditas makanan, tapi dari bensin dan pulsa.
"Pulsa dan bensin masuk dalam 10 besar penyumbang inflasi. Padahal, dua komiditas ini jarang masuk dalam 10 besar penyumbang inflasi Banyumas," ujarnya.
(arb/dru)











































