Ketua Serikat Pekerja BTN Satya Wijayantara berencana mengerahkan pasukan yang terdiri dari sejumlah pegawai BTN untuk berdemonstrasi saat konvensi terakhir Partai Demokrat.
"Kami akan melakukan demo besar-besaran di depan konvensi dan meminta Presiden SBY membatalkan Dahlan Iskan sebagai capres," kata Satya kepada detikFinance, Kamis (17/4/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mencurigai ada agenda politik dari rencana akuisisi ini. Apalagi surat rencana akuisisi ini dikeluarkan Kementerian BUMN pada 11 April 2014, usai pemilihan umum legislatif (pileg). "Jangan sampai ada yang memanfaatkan akuisisi ini, khususnya oleh bandar-bandar saham," jelasnya.
Satya mengatakan, BTN selama ini merupakan bank yang bermanfaat bagi rakyat, khususnya untuk pemberian kredit kepemilikan rumah (KPR) bersubsidi. "BTN jadi satu-satunya bank BUMN yang menjalankan fungsi dan peran negara. Yang diakuisisi itu menurut aturan adalah bank yang mengalami masalah, tapi kami bank sedang sehat, tapi dipaksa untuk diakuisisi. Kami curiga," jelasnya.
Sebagai bentuk protes ini, pada Minggu 20 April 2014, akan ada deklarasi setia kepada BTN yang dilakukan oleh 1.000 anggota serikat pekerja, di Menara BTN, Jakarta.
"Kami berpakaian hitam-hitam. Deklarasi dilakukan pukul 09.00 dan ada panggung cinta BTN," tegas Satya.
Sebelumnya, Dahlan Iskan mengatakan, ada 2 opsi akuisisi BTN. Pertama adalah diakuisisi Bank Mandiri, kemudian yang kedua adalah diambil oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Mantan bos PLN ini menilai opsi terbaik adalah diakuisi oleh Bank Mandiri.
"Kehebatan BTN dengan Mandiri, Indonesia langsung punya bank yang melebihi bank di Malaysia. Selama ini bank kita nggak masuk peta Asia Tenggara. Bank terbesar pertama ya Singapura, terbesar kedua Malaysia, terbesar ketiga ya Thailand," sebutnya.
Pemerintah memiliki 60,14% saham di BTN. Untuk melakukan pelepasan saham pemerintah di BTN, skema yang bisa dilakukan yakni melalui strategic sales atau penjualan langsung.
Namun penjualan ini, Kementerian BUMN harus memperoleh restu dari komite privatisasi yang diketuai Menteri Koordinator Perekonomian dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setelah memperoleh lampu hijau, selanjutnya dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai landasan hukumnya.
"Kita tempuh seluruh proses," ujar Dahlan.
(dnl/ang)











































