Ada yang Ingin OJK Dibubarkan, Ini Kata Pelaku Sektor Keuangan

Ada yang Ingin OJK Dibubarkan, Ini Kata Pelaku Sektor Keuangan

- detikFinance
Sabtu, 03 Mei 2014 10:52 WIB
Ada yang Ingin OJK Dibubarkan, Ini Kata Pelaku Sektor Keuangan
Jakarta -

Sejumlah pihak meragukan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas industri jasa keuangan. Ada yang menganggap lembaga ini perlu dipertahankan karena fungsinya yang vital, ada yang ingin lembaga ini dibubarkan karena dianggap tak mumpuni.

Pengamat Perbankan Ryan Kiryanto berpendapat, keberadaan OJK yang mengawasi industri sektor keuangan baik di pasar modal, perbankan, maupun Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Melalui pengawasan integrasi ini, OJK dinilai punya peranan penting.

"Kita pernah mengalami krismon 97-98. Saat itu ada 16 bank dilikuidasi. Ambruknya bank-bank saat itu dinilai akibat gagalnya bank sentral. Pada tahun 97-98 kita punya 240 bank, sudah over bank. Saat itu stigma BI gagal dalam mengawasai perbankan dari situ perlu dibentuk lembaga otoritas yang bisa memperbaik ini dan terbentuklah OJK," ujar Ryan saat diskusi Polemik bertema 'Haruskah OJK Dibubarkan?' di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (3/4/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari latar belakang tersebut, kata Ryan, OJK diharapkan bisa menjadi lembaga pengawas terintegrasi sektor jasa keuangan yang lebih baik dari Bank Indonesia (BI) dengan kewenangan yang dimiliki.

"Belakangan ini ada aspirasi yang menghendaki pembubaran ini. Menurut saya ini suatu proses yang akan memakan waktu lama, pendirian OJK makan waktu 10 tahun, sekarang baru efektif 1 Januari 2014. Pembubaran prosesnya akan memakan waktu yang lama. Jadi kalau ada isu pembubaran, saya yakin akan memakan waktu, tenaga, energi yang sangat lama," kata Ryan.

Menurutnya, keberadaan OJK ini sudah melalui proses yang panjang dan melalui kajian-kajian akademis yang sudah melewati uji publik.

"Untuk pendirian OJK ini sudah meminta masukan publik, harusnya saat uji publik itu masa-masa meminta, jadi sebelum disahkan ini ada ujian-ujian akademis jadi kalau ternyata lahirnya OJK ini ada kelemahan di sana sini ya memang karena keberadaanya masih baru," terang dia.

Di tempat yang sama, Sekjen Asosiasi Profesi Pasar Modal Indonesia Haryajid Ramelan menambahkan, OJK merupakan lembaga sektor jasa keuangan yang terintegrasi yang keberadaannya perlu didukung.

"OJK ini adalah suatu lembaga yang kita harapkan independen, ini perlu ada kajian. Namun yang pasti kalau kita berkaca pada industri pasar modal, ini tidak boleh berhenti," ujar dia.

Haryajid menjelaskan, pasar modal sebagai salah satu industri sektor keuangan yang berada di bawah pengawasan OJK perlu keberadaan lembaga terintegrasi tersebut untuk bersama-sama meningkatkan sektor jasa keuangan di Indonesia khususnya penambahan investor di pasar modal.

"Melihat kondisi 2 tahun ini untuk OJK yang sangat baru belum terlihat kerjanya banyak, effort juga belum namun kita berharap ada kebaikan ke depan, apalagi saat ini jumlah investor saat ini masih minim. Masih 350 ribu, makanya kita terus berbenah bagaimana menambah jumlah investor. Jumlah harapan 1-5 juta bisa tercapai karena pemahaman masih minim jadi perlu diberi peran yang besar. Kami pelaku sekuritas banyak keterbatasan, berapa besar kemampuan online trading, jadi keberadaan OJK diharapkan mampu mendorong ini," tandasnya.

Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi IX DPR Harry Azhar Azis mengatakan, pembentukan lembaga tersebut sudah sesuai dengan aturan yang diamanatkan dalam UUD 1945.

"Tidak tepat alasannya begitu, UU OJK itu turunan UU reformasi dan sudah merujuk ke UUD 1945. Kalau cantolan atau kaitan UUD 1945 dipertanyakan, KPK dan LPS juga harus dibubarkan. Sempit sekali pikirannya kalau begitu," kata Harry.

Menurut Harry, pihak yang menginginkan OJK dibubarkan harus memahami sejarah dibentuknya lembaga terintegrasi ini. OJK dibentuk berdasarkan kegagalan Bank Indonesia (BI) pada masa krisis ekonomi 1998-1999. BI dinilai tidak mampu mengawasi perbankan di Indonesia. Saat itu, terjadi rekapitulasi keuangan Rp 640 triliun. Atas kejadian ini, BI sekarang diminta fokus pada bidang moneter, pembayaran serta inflasi.

"Penggugat tidak paham saja historis OJK dan ini bisa dikatakan sebagai kegagalan BI. Ini amanat UU reformasi. Pengawas perbankan harus dilakukan institusi sendri. Sesuai UU pengawasan memang harus dipisahkan. Selain itu dalam UU OJK ada perlindungn konsumen. Konsumen kita lindungi khususnya konsumen instrumen jasa keuangan," pungkasnya.

(drk/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads