Untuk mengatasi hal tersebut, Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia Hendrisman Rahim mengatakan diperlukan agen-agen asuransi yang memiliki kompetensi, profesionalitas, dan komitmen. Selain itu, agen asuransi juga harus memiliki sertifikat profesi.
"Target kami pada akhir 2015 terdapat 500 ribu agen. Kami telah melakukan berbagai upaya untuk mencapai hal tersebut, antara lain menurunkan biaya ujian sertifikasi keagenan, membuka pusat-pusat ujian di berbagai kota sampai ke kota kabupaten untuk memudahkan agen ikut ujian serta membuka jadwal ujian yang lebih bervariatif. Kami juga terus memotivasi, membina dan memberikan pelatihan kepada agen agar dapat terus berproduksi," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima, Minggu (19/10/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pentingnya asuransi dan agen yang kompeten pun diakui oleh mantan Pemain Tim Nasional Sepakbola Indonesia Bima Sakti. Menurutnya, atlet yang rentan cedera perlu dikenalkan ke asuransi.
"Seorang agen yang memiliki kompetensi dan profesional dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi calon pemegang polis khususnya bagi mantan pesepakbola," ujar dia.
Bima mengatakan para pesepakbola memiliki risiko finansial yang besar meskipun mereka dapat menghasilkan uang banyak dalam tempo singkat. Gaji miliaran rupiah bisa ludes dalam waktu sekejap apabila tidak dikelola dengan baik.
Bima bercerita saat Timnas persiapan Piala Tiger 2002, dirinya terkena cedera. Saat itu, PSSI tak memberikan perhatian. Hanya Petrokimia Gresik yang memberikan bantuan sehingga Bima dapat menjalankan operasi di Singapura.
Hal lain yang mengancam keuangan para pesepak bola adalah pendeknya masa karir mereka. Di Indonesia, para pemain biasanya baru mendapatkan kontrak profesional di usia 18 tahun dan pensiun di usia 35 tahun.
Masa karir makin pendek jika performa pemain menurun atau dilanda cedera. Mereka akan mendapat gaji rendah, bahkan terkadang karir mereka berhenti lebih cepat karena tak ada lagi yang mau memakai jasa mereka.
Dengan resiko tersebut, menurut Bima, sejumlah pesepak bola justru tak siap mendapatkan pemasukan besar di usia muda. Banyak diantara mereka menghabiskan pemasukannya untuk hal-hal konsumtif. Saat memasuki usia pensiun, pemain tersebut tak punya tabungan ataupun investasi untuk jangka panjang.
"Banyak pemain yang tidak bisa mengelola keuangan dengan baik sehingga mendapat masalah keuangan, sampai tidak punya rumah. Dapat uangnya cepat tetapi habisnya juga cepat. Jadi saya ingatkan kepada pemain timnas U-19 yang lagi booming saat ini agar bisa berinvestasi," ujar dia.
(zul/hds)











































