Nasabah pun biasanya secara sukarela memberikan data-data pentingnya kepada pelaku kejahatan karena tidak tahu cara kerja kejahatan itu sendiri.
Salah satu yang marak terjadi adalah melalui teknik phishing. Kejahatan phishing dilakukan oleh penjahat cyber, dengan menyusupkan virus ke komputer korban melalui email.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, link tersebut akan membuka halaman web yang mirip dengan tampilan web resmi bank yang bersangkutan. Di situ nasabah diminta memasukan berbagai data, mulai dari nomor rekening sampai PIN.
Nasabah yang tidak sadar dengan sukarela akan mengisi data-data tersebut di halaman yang disediakan di penjahat tersebut, bukan halaman resmi bank. Jika ini terjadi, maka si penjahat sudah sukses mendapatkan data nasabah.
"Dewasa ini semakin meningkat kejahatan yang kita sebut sebagai 'kerah putih'. Sejalannya semakin canggihnya teknologi informasi. Jadi kejahatan internet itu menerpa konsumen perbankan," kata Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (10/3/2015).
Menurutnya, kejahatan seperti ini tidak hanya merugikan nasabah, tapi juga perbankan itu sendiri bersama lembaga keuangan lainnya.
"Nasabah itu terkelabui, dikira layar yang terpampang itu adalah layar lembaga keuangan, padahal bukan. Jadi mereka ikuti panduan dan secara tidak sengaja datanya terambil dan tanpa disadari dananya diambil," ujarnya.
Jika ini terjadi, maka nasabah harus segera melakukan antisipasi, caranya dengan menelepon bank dan memblokir rekening. Selain itu, OJK juga meminta setiap transaksi internet banking tidak dilakukan di sembarang komputer.
"Dalam melakukan transaksi tidak dengan komputer umum, itu pasti berbahaya. Kemudian, password atau PIN setiap kali itu di-update. Kalau ada hal-hal yang mencurigakan itu segera dilaporkan kepada banknya sehingga segera ditanggulangi," ujar wanita yang akrab disapa Titu ini.
(ang/dnl)











































