Mulai 1 Juli 2015, iuran jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan akan ditetapkan sebesar 8%. Rinciannya 5% ditanggung pengusaha dan 3% pekerja.
Namun, besaran iuran tersebut dinilai memberatkan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta pemerintah mengkaji ulang besaran iuran tersebut.
"OJK perlu sampaikan bahwa penetapan iuran pensiun BPJS ketenagakerjaan oleh Kemenakertrans dan DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) yaitu sebesar 8% memerlukan diskusi dan keterbukaan yang luas ke para stakehoder," ujar Deputi Komisioner Bidang Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Dumoly Pardede kepada detikFinance, Selasa (21/4/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Skema BPJS tenaga kerja sesuai UU BPJS Ketenagakerjaan yang merupakan 'Pay As You Go dengan manfaat pasti' tidak relevan digunakan dengan iuran pasti dengan "Funding System". Sesuai UU BPJS bahwa sistem yang diterapkan bukan funding system (pemupukan dana).
"Bagaimana rasionalnya hitung- hitungan digunakan untuk ibarat main bulutangkis sementara yang kita sedang pertandingkan adalah tenis. Dua-duanya mirip tapi tidak sama," ujar dia.
Untuk itu, OJK meminta kepada pihak-pihak terkait untuk kembali mengkaji aturan yang telah ditetapkan tersebut.
"OJK sependapat dengan banyak kalangan terutama Apindo, DAI, Kadin, ADPI, dan asosiasi lainnya agar iuran BPJS tenagakerja tersebut sangat perlu dihitung ulang," kata dia.
(drk/ang)











































