PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mencatat kenaikan kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) pada triwulan I-2015 sebesar 2,17% secara gross atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 1,78%.
NPL netto juga tercatat naik menjadi 0,60% di triwulan I-2015 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 0,47%.
Wakil Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, kenaikan NPL ini hanya bersifat sementara, kenaikan NPL dinilai wajar di tengah kondisi perekonomian yang tegah melambat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sunarso menyebutkan, faktor pendorong naiknya NPL perseroan disumbang dari kredit UKM dan komoditas. Perekonomian yang tengah melambat membuat harga komoditas terus anjlok.
Untuk itu, ke depan perseroan bakal meningkatkan porsi kredit di sektor yang tidak mudah terpengaruh gejolak ekonomi global yaitu di sektor makanan dan minuman, ritel, dan telekomunikasi.
"Kalau makanan minuman kan orang butuh terus. Apa pun kondisinya, telekomunikasi juga kan jalan terus. Dengan government spending itu mendorong untuk memperbaiki kualitas aset sehingga NPL bisa dijaga lebih baik," jelasnya.
Direktur Utama BRI, Asmawi Syam mengatakan, perekonomian Indonesia yang melambat menekan kinerja BRI di kuartal I-2015. Posisi Net Interest Margin (NIM) BRI juga ikut tergerus, βdi kuartal I-2015 turun cukup dalam, dari 9,06% di kuartal I-2014 menjadi hanya 7,57β%.
"Kita mengalami perlambatan pertumbuhan tidak bisa dihindari, kondisi domestik demikian, permintaan menurun, dari China melambat, demand melambat, likuiditas ketat, penurunan NIM itu temporer. Mungkin nanti akan naik lagi mendekati 8β%," kata Asmawi.
Dia menjelaskan, kondisi perbankan saat ini memang tengah mengalami perlambatan, mengikuti perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terpengaruh dari kondisi global.
Perlambatan ekonomi akan membuat likuiditas di perbankan semakin ketat. Menurutnya, kondisi ini memungkinkan bank-bank berebut untuk memperoleh Dana Pihak Ketiga (DPK).
"βjadi hampir semua perbankan mengalami likuiditas ketat, BRI berharap demand loan (permintaan kredit) kuartal satu meningkat, perlambatan ekonomi di kuartal pertama karena spending pemerintah belum turun, ke depan kita akan ganti dana mahal menjadi dana murah," jelas dia.
Untuk mencapai itu, perseroan melakukan berbagai strategi di antaranya menggenjot pembukaan BRILink semakin banyak.
"Strategi buka BRILink 27 ribu, tahun ini bisa 50 ribu, itu salah satu strategi ganti dana mahal menjadi dana murah. 2016 akan meluncurkan satelit, ini kaitannya kalau diperhatikan target the biggest bank, kita mau masuk transaksi, target fee based income, strategi tetap melakukan perburuan likuiditas tapi geser ke dana murah," imbuhnya.β











































