Pertumbuhan ini ditopang oleh meningkatnya total DPK yang tercatat naik 16,77% dari Rp 287,709 triliun menjadi Rp 335,957 triliun, lebih tinggi dari industri yang hanya 12,29%. Ini mayoritas masih bersumber dari penempatan dana Pemda.
Sementara itu, total kredit BPD sepanjang 2014 tercatat naik 13,95% dari Rp 264,541 triliun menjadi Rp 301,456 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan industri sebesar 11,65%. Sebagian besar masih berupa kredit konsumtif sebesar 68%.
Kuartal I-2015, total aset BPD mencapai Rp 498 triliun, total kredit Rp 304 triliun, dan total DPK Rp 410 triliun.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan, dengan total aset tersebut, posisi BPD dalam konteks Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi nomor 13 dari sisi aset.
"Tiga bank pertama Bank Singapura, ada DBS, OCBC, dan UOB, 3 bank Malaysia, ada Maybank, CIMB Niaga, 3 bank Thailand, ada Bangkok Bank, baru 3 bank kita Mandiri, BRI, BCA, setelah itu BPD, baru BNI," jelas dia saat konferensi pers di Gedung OJK, Jl Wahidin Raya, Jakarta, Jumat (22/5/2015).
Heru menjelaskan, meskipun dari sisi rasio CAR BPD tergolong tinggi, tapi dari sisi nominal, permodalan BPD masih relatif rendah untuk mendukung usaha BPD.
Per Desember 2014, masih terdapat 11 BPD dengan modal inti di bawah Rp 1 triliun atau termasuk dalam kategori BUKU 1.
"Ini terus kita dorong agar para pemegang saham dalam hal ini Pemda, Pemkot, Pemprov untuk terus menyuntikkan modalnya," ucap dia.
Selain itu, pangsa pasar BPD dibanding industri, baik dari sisi total aset, kredit, dan DPK masih relatif rendah hanya kurang dari 10% dan relatif stagnan sepanjang 3 tahun terakhir.
Hal ini mengindikasikan masih rendahnya daya saing BPD secara relatif terhadap kinerja bank umum lainnya dalam industri.
"Jika seluruh total aset BPD digabungkan, merupakan bank terbesar nomor 4 secara nasional," kata Heru.
(Dewi Rachmat Kusuma/Angga Aliya)











































