DP Rumah Tinggi, Perbankan Syariah Tumbuh Lambat

DP Rumah Tinggi, Perbankan Syariah Tumbuh Lambat

Dewi Rachmat Kusuma - detikFinance
Senin, 01 Jun 2015 11:52 WIB
DP Rumah Tinggi, Perbankan Syariah Tumbuh Lambat
Jakarta - Aturan Financing to Value (FTV) atau pembatasan pemberian pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) cukup memukul industri perbankan syariah. Pasalnya, penyaluran pembiayaan syariah di KPR maupun KKB cukup besar mencapai 55% dari total pembiayaan.

Hingga Desember 2014, total aset perbankan syariah melambat hanya tumbuh sekitar 12% menjadi Rp 272,34 triliun dibanding tahun lalu yang mencatatkan total aset sebesar Rp 242,28 triliun.

Demikian dikatakan Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Buchori saat konferensi pers di kantor OJK, Komplek Bank Indonesia (BI), Jakarta, Senin (1/6/2015).

"Aset naik hanya sekitar 12%, tahun-tahun sebelumnya bisa 30%, jadi di bawah perkiraan dari yang selama ini terjadi. Aturan FTV yang kena dampak paling besar itu syariah karena banyak pembiayaan ke properti," jelas dia.

Buchori menyebutkan, sampai akhir Desember 2014, industri syariah terdiri dari 12 Bank Umum Syariah, 22 Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional dan 163 BPRS dengan pangsa pasar mencapai 4,88%.

Sementara jumlah pelaku Industri Keuangan Non Bank (IKNB) syariah 98 lembaga di luar LKM, yang terdiri atas usaha jasa tafakul (asuransi syariah) yang mengelola aset senilai Rp 22,36 triliun, di samping usaha pembiayaan syariah yang mengelola aset senilai Rp 23,29 triliun, serta lembaga keuangan syariah lainnya dengan aset senilai Rp 12,86 triliun.

Secara keseluruhan, pangsa pasar IKNB Syariah telah mencapai 3,93% dibanding total aset IKNB secara umum. Sepanjang 2013, total aset IKNB syariah mencapai Rp 41,7 triliun, di 2014 sebesar Rp 46,89 triliun.

Sedangkan pasar modal syariah yang dikembangkan dalam rangka mengakomodasi kebutuhan masyarakat Indonesia yang ingin melakukan investasi di produk-produk pasar modal yang sesuai dengan prinsip dasar syariah.

Sampai akhir Maret 2015, total saham syariah yang diperdagangkan di pasar modal syariah mencapai Rp 2.946,89 triliun. Di tahun 2013, saham syariah tercatat Rp 2557,85 triliun, di tahun 2014 mencapai Rp 2946,89 triliun.

Sementara sukuk korporasi yang diperdagangkan mencapai Rp 7,1 triliun hingga Maret 2015. Sepanjang 2013 tercatat Rp 7,55 triliun, di tahun 2014 turun menjadi Rp 7,11 triliun.

Maret 2015, reksa dana syariah tercatat sebesar Rp 11,16 triliun. Sepanjang 2013, reksa dana syariah tercatat Rp 9,43 triliun, 2014 tercatat Rp 11,16 triliun.

Sedangkan Sukuk Negara (SBSN) yang diterbitkan pemerintah senilai Rp 208,4 triliun, tahun sebelumnya tercatat Rp 169,29 triliun.

Kondisi yang dihadapi oleh pasar modal syariah Indonesia sampai saat ini adalah minimnya jumlah pemodal yang melakukan investasi, terutama apabila dibandingkan dengan jumlah pemodal pada sektor perbankan. Kebijakan bursa efek menurunkan 1 lot menjadi 100 lembar diyakini akan semakin banyak lapisan masyarakat yang ingin berinvestasi di pasar modal.

Setelah mengalami pertumbuhan yang tinggi pada tahun-tahun sebelumnya, di tahun 2014 yang lalu sektor jasa keuangan syariah menghadapi tantangan yaitu perlambatan pertumbuhan.

Tantangan industri keuangan syariah pada tahun 2015 juga tidak mudah, mengingat lingkungan ekonomi global belum menunjukkan pemulihan yang signifikan, bahkan menghadapi tantangan baru dari pergerakan harga minyak.

"Tahun 2014 pertumbuhan paling lambat dibanding tahun sebelumnya karena ada ketentuan FTV juga terkait pertumbuhan ekonomi turun jadi berdampak," terang dia.

(Dewi Rachmat Kusuma/Angga Aliya)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads