Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Darmadi Sutantoโโ mengungkapkan, hobi berisiko ini bisa menyeret pelakunya atau yang biasa disebut gestuner dengan beban utang yang akan semakin membengkak.
"Gestun itu kesannya bisa dapat uang dengan mudah tanpa harus berkeringat. Tapi jangan lupa, pada dasarnya uang yang ditarik itu bukanlah uang tabungan atau uang dari sumber pendanaan nyata. Itu adalah utang yang harus dibayar pemilik kartu," ujar Darmadi dalam temu media di Gedung Bank Indonesia (BI) Jakarta, Jumat (19/6/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Darmadi menambahkan, kondisi akan semakin membahayakan manakala gestuner menggunakan dananya untuk hal yang tidak bijaksana misalnya menutup utang jatuh tempo kartu kredit lain yang harus dibayar segera. Dalam istilah awam dikenal dengan 'gali lubang tutup lubang'.
"Dilihat dari besaran utang mungkin segitu-gitu saja. Tapi jangan lupa, ada bunga di situ. Dan ini bukan menyelesaikan masalah justru hanya menunda hadirnya masalah yang jauh lebih besar karena pada akhirnya kartu kredit yang ada pegang ada limit-nya dan bunganya pun semakin membengkak," papar dia.
"Jadi jangan coba-coba gestun karena akan membahayakan keuangan keluarga Anda," pungkas dia.
Gestun adalah praktik menarik uang tunai hingga batas penggunaan kartu kredit dengan menggesekkan kartu kredit di mesin electronic data captrue (EDC) di merchant atau toko.
Pemilik toko akan memberikan uang tunai ke pada pemegang kartu kredit sesuai dengan batas maksimal penggunaan kartu kredit yang bersangkutan.
Secara sepintas, praktik ini merupakan solusi jangka pendek yang membantu masyarakat untuk memperoleh dana tunai untuk berbagai keperluan. Namun praktik gestun justru akan menjerat nasabah kartu kredit dalam utang yang semakin lama semakin membengkak.โ
(dna/ang)