Usulan Bankir Agar Ekonomi RI Tumbuh Lebih Cepat

Usulan Bankir Agar Ekonomi RI Tumbuh Lebih Cepat

Dewi Rachmat Kusuma - detikFinance
Senin, 24 Agu 2015 15:04 WIB
Usulan Bankir Agar Ekonomi RI Tumbuh Lebih Cepat
Jakarta - Perekonomian Indonesia tengah dalam tren melambat merespon kondisi global yang juga melambat. Di kuartal II-2015, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,67%, sedikit lebih rendah dibanding kuartal I-2015 yang mencapai 4,71%.

Ekonomi makro saat ini dinilai sudah tak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Dari sektor mikro seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) memungkinkan untuk bisa lebih cepat mendorong perekonomian.

Demikian dikatakan Wakil Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Sunarso saat ditemui detikFinance di Hotel Millenium, Jakarta, pekan lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Upaya pemerintah mendorong pertumbuhan dengan di-launching-nya KUR, itu harus dimaknai untuk mendorong pertumbuhan melalui jalan yang lain karena mungkin di segmen korporasi, wholesale mungkin sudah sangat terekspos oleh risiko-risiko internasional," ujarnya.

Sunarso melihat, saat ini masalah Indonesia yang paling banyak mempengaruhi perekonomian adalah soal perlambatan ekonomi global, utamanya soal ketidakpastian kondisi perekonomian global.

Desember 2014, ekonomi AS tumbuh 2,47%, Juni 2015 hanya 2,32%, China turun dari 7,3% menjadi 7%, Indonesia dari 5,01% menjadi 4,67%, Malaysia nasibnya sama kayak Indonesia dari 5,68% jadi 4,95%, Singapura dari 2,1% jadi 1,8%.

"Jadi persoalan kita adalah slowing down ekonomi dan lebih tepatnya adalah uncertainty ekonomi global," katanya.

Kemudian, kata Sunarso, melemahnya indeks harga komoditas ini yang paling menarik, akibatnya rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah.

"Dan yang paling harus diwaspadai adalah CDS naik, bond yield naik terutama untuk yang 10 bulan, jadi Credit Default Swap (CDS) naik," sebut dia.

Lebih lanjut, Sunarso menyebutkan, pertumbuhan perbankan juga tidak lebih baik dengan koreksi target direvisi ke bawah.

"Kalau indikator perbankan, dulu pertumbuhan kredit direncanakan 13-15%, ini kami BRI memproyeksikan 11-13%. Pertumbuhan dana masyarakat rencananya dulu 15-17%, saya pikir realisasinya di 13-15%," kata dia.

Perlambatan tersebut juga akan mendorong rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) menjadi lebih tinggi.

"LDR nasional masih bagus 86% secara industri, NPL sudah 2,47%, rasio NPL dulu diproyeksikan 2-3%, realisasinya diperkirakan 2,5-3,5% karena sekarang saja industri sudah 2,47%," jelas dia.

Lantas, kebijakan apa yang bisa dilakukan agar pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih baik?

"Ini usul ya. Untuk stabilisasi nilai tukar bisa saja dilakukan bilateral swap, apakah dengan China, Jepang, atau pun Amerika. Terus yang lain. Barangkali perlu dilakukan peninjauan kembali bea keluar ekspor komoditi, relaksasi kebijakan bea keluar ekspor komoditi, karena ini untuk menguatkan devisa masuk," katanya.

Kemudian, lanjut Sunarso, pembelian kembali (buyback) saham BUMN, salah satunya.

"Bisa G20 melakukan leaders meeting untuk restoring market confident, bisa juga memanfaatkan kerjasama bilateral mungkin dengan China untuk mempercepat capital inflow. Atau yang terakhir, menarik atau mengefektifkan standby loan dari luar negeri untuk menggantikan penerbitan obligasi, itu yang dalam stabilisasi nilai tukar rupiah," terang Sunarso.

Sementara itu, Sunarso menyebutkan, untuk meningkatkan pertumbuhan yang didorong adalah meningkatkan permintaan domestik, caranya melalui reorientasi APBNP 2015, dari belanja barang modal ke belanja sosial untuk meningkatkan daya beli masyarakat.

Yang kedua, kata dia, memastikan distribusi pangan melalui kebijakan pangan karena ini akan menjadi administer prices menjadi terkendali.

Ketiga, memastikan BUMN infrastruktur melakukan belanja modal tepat waktu.

"Itu akan meningkatkan domestik demand dan akan mendorong pertumbuhan," pungkasnya.

(drk/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads