Ekonomi Indonesia pada kuartal II-2015 hanya berhasil tumbuh 4,67% atau lebih rendah dari pada kuartal sebelumnya yang mencapai 4,7%.
Bila suku bunga diturunkan, tentunya akan diikuti dengan penurunan bunga kredit. Kalangan dunia usaha tentunya akan membutuhkan hal ini sebagai pendorong aktivitas perusahaan. Sekaligus bisa lebih cepat memutar roda ekonomi yang lesu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelaksana tugas Kepala Grup Pengelolaan Relasi BI, Arbonas Hutabarat menilai sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk menurunkan suku bunga. Banyak hal yang masih jadi pertimbangan. Terutama adalah ketidakpastian perekonomian global.
"Kalau penurunan suku bunga adalah obat yang mujarab, maka sudah dari awal tahun dilakukan oleh BI," tegasnya di Hotel Trans Luxury, Bandung, Minggu (6/9/2015).
Arbonas menjelaskan pertimbangannya adalah terkait dengan fungsi BI menjaga kestabilkan rupiah. Ada dua hal dalam persoalan kestabilan, yaitu posisi rupiah terhadap barang dan jasa dan posisi rupiah terhadap mata uang negara lain.
Ketidakpastian global masih berlanjut setelah Bank Sentral Chinas melakukan devaluasi atas mata uangnya. Kemudian juga belum direalisasikannya keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang akan menaikkan suku bunga.
Lihat saja dalam beberapa waktu terakhir, dolar AS begitu sangat kuat terhadap mata uang negara di dunia. Termasuk Indonesia. Dolar AS mampu menembus level Rp 14.000. Begitu juga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga sempat anjlok cukup jauh.
"Penurunan suku bunga memang bagus untuk perekonomian, tapi secara timing apa ini tepat? Belum tentu," tegasnya.
Dengan suku bunga tinggi, maka Indonesia tetap akan dilirik oleh investor. Ini bisa mengurangi aliran dana keluar begitu deras. Karena investor masih menganggap meletakkan dana di AS lebih menguntungkan dan aman.
"Suku bunga agak tinggi masih menjadi stimulus bagi investor datang. Kalau kita turunkan itu makin kabur investor. Jadi apa kata dunia," kata Arbonas.
Arbonas menambahkan, konsentrasi BI sekarang tertuju pada keputusan The Fed. Bila benar ada kenaikan suku bunga AS, maka Indonesia akan segera menemukan keseimbangan baru di perekonomian. BI pun akan mengikuti kebijakannya untuk tetap pengetatan moneter atau pelonggaran.
"Kita berharap lebih cepat baik. Karena dengan begitu keseimbangan baru akan tercipta. Kalau tidak maka makin ada ketidakpastian yang berlanjut," papar Arbonas.
(mkl/ang)











































