"Target indikatif Rp 20 triliunm tapi seandainya ada demand (permintaan) yang tinggi kami bisa upsize (naikkan target) sampai Rp 25 triliun. Penyerapan ORI011 yang lalu sebesar Rp 21,2 triliun," ujar Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan, saat Peluncuran ORI012 di Gedung Djuanda, Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (21/9/2015).
"ORI sebelumnya wajib minimum hold (dipegang) 1 bulan, tahun ini 2 bulan. Jadi 2 bulan sejak diluncurkan ORI harus di-hold kemudian boleh diperdagangkan di pasar sekunder. Dari 21 agen penjual sudah Rp 34,6 triliun dari target Rp 20 triliun," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentunya ini nggak bisa dipaksakan, kedua menyediakan instrumennya, jadi secara perlahan yang ritel kita tingkatkan size-nya, ini tidak bisa dilakukan secara drastis dan mendadak, risk apetite investor kita masih konservatif dan likuiditas terbatas," katanya.
Bambang mengatakan, saat ini kontribusi investor ritel dalam pembiayaan pemerintah masih minim. Pihaknya ingin agar masyarakat Indonesia bisa berkontribusi lebih banyak terhadap pembiayaan pembangunan pemerintah. Tingginya porsi investor domestik bisa menekan volatilitas kondisi perekonomian global.
"Risk apetite masyarakat kita kurang, terpaku pada perbankan, di Jepang itu kepemilikan surat utang negaranya level rumah tangga, suatu saat model pembiayaan kita itu seperti di Jepang, pembiayaan dari masyarakat sendiri," tandasnya.
Berikut rincian soal ORI012.
(drk/dnl)











































