PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) menjadi salah satu bank yang mendapat utang dari Negeri Tirai Bambu. Direktur Utama BNI Achmad Baiquni mengatakan, dana dari China itu akan dipakai untuk rencana bisnis perusahaan jangka waktu 2015-2017.
"Ada delapan target ekspansi kredit dan berikutnya adalah berapa dana yang dibutuhkan untuk ekspansi kredit ini," kata Baiquni dalam dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, di gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (29/9/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai saat ini dana valuta asing (valas) BNI sampai September 2015 sudah mencapai US$ 5,6 miliar, terdiri dari Dana Pihak Ketiga (DPK) US$ 4,2 miliar dan dana non konvensional termasuk pinjaman dari CDB sebesar US$ 1,4 miliar.
"Dengan adanya pinjaman ini, bisa kita lihat pada 2015 sampai 2016 banyak pinjaman valas yang jatuh tempo. Ada global bond senilai US$ 500 juta yang akan jatuh tempo pada tahun 2017," katanya.
"Untuk 2016, ada utang bilateral yang totalnya US$ 500 juta pada akhir 2016. Dengan adanya pinjaman CDB, kami akan mendapatkan dana segar untuk jangka waktu dua tahun. Kalau obligasi hanya sampai 5 tahun, pinjaman CDB bisa diperpanjang sampai 10 tahun," tambahnya.
Bank pelat merah itu siap menyalurkan kredit ke proyek pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan nilai US$ 860 juta, sedangkan untuk pembangunan infrastruktur transportasi US$ 181 juta, dan pembangunan infrastruktur lain US$ 100 juta," ungkapnya.
Baiquni mengatakan, BNI juga berencana membiayai beberapa debiturnya, baik importir maupun eksportir. Para nasabahnya ini berada di beberapa sektor industri, seperti kertas dan semen.
(ang/dnl)











































