Fachmi dikritik oleh wanita berumur 71 tahun itu soal layanan dan fasilitas BPJS Kesehatan yang dianggap tidak maksimal. Fachmi tidak menampik ada kekurangan pada layanan dan fasilitas BPJS sehingga membutuhkan penyempurnaan.
Untuk kritikan nenek peserta BPJS Kesehatan bernama Lani tersebut, Fachmi menyebut ada hal yang perlu diluruskan. Kritikan nenek tersebut bisa dilihat di sini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, penanganan seharusnya dan bisa dilakukan pada rumah sakit sedang kelas C dan D atau faskes sekunder.
"Ibu (Lani) kan sebelumnya ikut Askes karena pensiunan PNS. Begitu dari Puskemas langsung loncat ke faskes tersier di RS Dharmais, padahal bisa ke faskes sekunder. Akibatnya, antri panjang," kata Fachmi di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Jumat (2/10/2015).
Terkait adanya klaim obat yang tidak semuanya ditanggung, Fachmi membenarkan bila ada kasus obat-obat jenis tertentu atau baru yang direkomendasikan oleh dokter namun tidak masuk daftar tanggungan BPJS.
Ini terjadi karena obat pada dunia kedokteran berkembang dan berubah dengan sangat pesat sehingga banyak muncul obat-obat baru.
"Di dunia kedokteran obat B, X, Y. Terus ada produk obat baru misal X yang belum masuk e-katalog. Padahal pasien seharusnya cukup diberi obat B yang ditanggung namun dokter kasih obay X yang tidak masuk tanggungan. Maka muncul pertanyaan di pasien, kok saya nggak dijamin," ujarnya.
BPJS, kata Fachmi, akan meningkatkan layanan diagnosis penyakit dari 155 menjadi 167 pada level faskes primer dan sekunder. Hal ini bisa memangkas jumlah pasien peserta BPJS di rumah sakit besar karena pasien bisa ditangani pada level faskes primer seperti klinik atau faskes sekunder seperti rumah sakit sedang.
"Kalau layanan pada faskes sekunder (rumah sakit sedang kelas C dan D) bisa menyelesaikan maka nggak perlu lagi antre lama di puncak (rumah sakit utama/faskes tersier)," tuturnya.
(feb/ang)











































