Gubernur BI Waspadai 3 Tantangan Ekonomi Ini

Gubernur BI Waspadai 3 Tantangan Ekonomi Ini

Feby Dwi Sutianto - detikFinance
Kamis, 26 Nov 2015 18:50 WIB
Gubernur BI Waspadai 3 Tantangan Ekonomi Ini
Jakarta - Setidaknya ada tiga hal di sektor ekonomi yang mesti diwaspadai pada tahun depan. Tiga hal ini terus dicermati oleh Bank Indonesia (BI) dalam penentuan kebijakan moneternya.

Gubernur BI, Agus Martowardojo mengatakan, hal pertama yang harus diwaspadai adalah rencana kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), yaitu Federal Reserve (The Fed).

Bila kenaikan suku bunga acuan The Fed terjadi, aliran dana asing akan kembali ke AS, karena ekonomi dianggap memasuki tren membaik. Alhasil, negara berkembang seperti Indonesia akan terkena dampak negatif, karena aliran modal asing dari pasar uang lari, atau kembali ke AS.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Suku bunga The Fed memang dalam waktu dekat akan naik, karena 7 tahun terakhir kondisinya sangat rendah dekati 0 persen," kata Agus, dalam acara Kompas 100 CEO Forum, di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (26/11/2015).

Tidak hanya itu, Indonesia masih akan terkena imbas perlambatan ekonomi China, yang diproyeksi masih akan melemah di 2016, dan belum menunjukkan tren membaik.

Indonesia dipastikan terkena imbas dari pelemahan ekonomi China, karena Indonesia merupakan pemasok komoditas, seperti batu bara hingga minyak sawit atau CPO ke China. Komoditas itu merupakan sumber pendapatan besar Indonesia dari sisi ekspor.

"Kedekatan ekonomi Tiongkok dan negara berkembang seperti Indonesia cukup tinggi. Ada risiko ekonomi Tiongkok turun 1% berdampak penurunan 0,4-0,6% ke perekonomian Indonesia," tambahnya.

Ketiga, Agus memproyeksi sektor komoditas diproyeksi masih melemah di 2016. Harga dan permintaan komoditas tambang dan perkebunan Indonesia di pasar internasional masih melemah, padahal komoditas berperan besar terhadap angka ekspor tanah air.

"Harga komoditas 3 tahun terkait transaksi berjalan mengalami defisit, ada periode booming pada tahun 2000-2010. Tapi 2011 turun, 2015 diproyeksi harga hanya turun 11% tapi ternyata 15%. Tahun 2016 tapi diproyeksi turun 5%, tapi data terakhir data BI bisa turun 9%," ujarnya.

Sementara itu di tempat yang sama, Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengakui, Indonesia masih dibayang-bayangi tantangan dari harga komoditas hingga rumor kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed.

Namun, Bambang memandang Indonesia harus berpikir kreatif. Solusinya, Indonesia bisa masuk ke sektor manufaktur yang padat tenaga kerja hingga program hilirisasi yang menciptakan nilai tambah produk.

Selain itu, Indonesia bisa mengembangkan sektor ekonomi kreatif hingga pariwisata yang mampu bertahan di tengah perlambatan ekonomi.

"Idealnya, bagaimana Indonesia jadi natural based manufacturing atau basis sumber daya alam. Dari pertanian atau pertambangan. Dari pengekspor nikel terbesar yang high quality, kemudian kita bikin pabrik stainless steel itu hasil. Kita punya nikel, idealnya punya pabrik stainless steel, punya bauksit idealnya punya pabrik aluminium. Seluruh produk turun sawit dikuasai kita dan dari hasilkan karet harusnya ban mobil keunggulan RI," kata Bambang.

(feb/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads