"Utang luar negeri korporasi masih mengkhawatirkan dan rentan terhadap risiko global," ungkap Agus, pada acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2016 dengan tema Optimizing Private Sector and Local Goverment Contribution, di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (27/1/2016).
Bila berkaca pada krisis 1997-1998, peningkatan utang luar negeri perusahaan menjadi salah satu risiko yang mengancam kondisi stabilitas keuangan dan perekonomian secara keseluruhan. Nilai tukar rupiah yang melemah tentu akan menambah berat pembayaran utang luar negeri dalam dolar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Isu naiknya Fed Fund Rate atau nada negatif China memicu outflow dana, dan membebani mata uang termasuk rupiah," ujarnya.
BI akan selalu berada di pasar untuk menjaga kestabilan nilai tukar. Berbagai langkah akan ditempuh agar bisa menyeimbangkan antara dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi dan kestabilan nilai tukar ke depannya.
"BI harus terus melihat stabilitas makro ekonomi dan akomodasi permintaan domestik. Dalam konteks tersebut ini tidak bida ditentukan dari awal, tapi berdasarkan data terakhir. Kita juga terus jauhkan dari padangan keberpihakan untuk kredibilitas BI," terang Agus. (mkl/wdl)